Konflik Iran-Israel yang meletus akhir pekan lalu berdampak signifikan terhadap harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak ini menjadi perhatian serius bagi berbagai negara, termasuk Indonesia. Bagaimana langkah Pertamina dalam mengantisipasi dampaknya terhadap harga BBM dalam negeri?
PT Pertamina (Persero) menyatakan akan mengevaluasi harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi, khususnya Pertamax Series, pada akhir Juni 2025. Evaluasi ini dilakukan sebagai respons terhadap fluktuasi harga minyak dunia akibat konflik tersebut.
Pertamina Evaluasi Harga BBM Nonsubsidi
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, menjelaskan bahwa penyesuaian harga BBM nonsubsidi akan dilakukan pada awal Juli 2025, seperti biasa. Namun, ia belum memastikan apakah akan terjadi kenaikan harga.
Pertamina akan mempertimbangkan berbagai faktor sebelum menentukan harga, tidak hanya harga minyak dunia saja. Faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain kurs rupiah terhadap dolar AS dan kebijakan perpajakan.
Penentuan harga akhir akan dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga setelah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua faktor yang memengaruhi harga BBM. Proses evaluasi ini akan memperhitungkan dinamika pasar yang terjadi hingga akhir bulan Juni.
Lonjakan Harga Minyak Dunia
Konflik bersenjata antara Iran dan Israel telah menyebabkan lonjakan harga minyak dunia. Harga minyak mentah saat ini berada di kisaran US$ 72–74 per barel, lebih tinggi dari rata-rata Indonesian Crude Price (ICP) yang berada di level US$ 65,29 per barel.
Serangan balasan Iran terhadap Israel menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya pasokan minyak dunia. Kerusakan pada fasilitas kilang minyak Bazan di Pelabuhan Haifa, Israel, semakin memperparah situasi.
Potensi kenaikan harga minyak bahkan diprediksi bisa mencapai US$ 130 per barel jika Iran menutup Selat Hormuz. Selat Hormuz merupakan jalur laut vital yang mengangkut 20 persen pengiriman minyak global.
Ancaman Penutupan Selat Hormuz
Laporan dari surat kabar Turki, Hurriyet, menyebutkan potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran sebagai respons atas serangan Israel. Penutupan ini akan berdampak sangat besar terhadap pasokan minyak global.
Selat Hormuz memiliki peran penting dalam perdagangan minyak dan gas alam cair (LNG) untuk Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Hampir 80 persen perdagangan komoditas energi ketiga negara tersebut melalui jalur laut ini.
Pernyataan Donald Trump dan Dampaknya
Pernyataan keras Donald Trump yang mengancam Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, juga turut memicu lonjakan harga minyak. Trump menuntut Iran menyerah tanpa syarat dan menyebut Khamenei sebagai “target yang mudah”.
Sebagai respons, Pentagon memindahkan aset militer ke Timur Tengah untuk memperkuat posisi pertahanan AS dan memperluas opsi militer. Hal ini semakin meningkatkan ketegangan geopolitik di kawasan.
Harga minyak mentah berjangka melonjak lebih dari 4% setelah pernyataan Trump. Kontrak minyak mentah AS untuk pengiriman Juli naik menjadi US$ 74,84 per barel, sementara Brent untuk pengiriman Agustus naik menjadi US$ 76,45 per barel.
Kenaikan harga berlanjut bahkan setelah penutupan perdagangan Selasa, dengan minyak mentah AS dan Brent naik hampir 5%. Situasi ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar minyak dunia terhadap perkembangan geopolitik di Timur Tengah.
Meskipun sempat terjadi penurunan harga minyak pada Senin karena munculnya harapan gencatan senjata, namun hal tersebut sirna seiring berlanjutnya konflik dan pernyataan tegas dari Trump. Ketidakpastian situasi di Timur Tengah tetap menjadi faktor utama yang mendorong volatilitas harga minyak dunia.
Perkembangan terkini ini menunjukkan betapa kompleksnya faktor yang mempengaruhi harga minyak dan dampaknya terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. Pertamina terus memantau situasi dan siap melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi sesuai dengan kondisi pasar.