Sidang kasus uang palsu yang diproduksi di lingkungan UIN Alauddin Makassar terus bergulir, mengungkap fakta-fakta mengejutkan. Terungkapnya keterlibatan pejabat kampus, transaksi miliaran rupiah dengan buronan, hingga penyaluran dana hasil kejahatan kepada anak yatim, menambah kompleksitas kasus ini. Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Kabupaten Gowa, pada Rabu (18/6/2025), menghadirkan berbagai kesaksian yang mengguncang publik.
Andi Ibrahim, Kepala Perpustakaan Kampus 2 UIN Alauddin dan salah satu terdakwa, memberikan keterangan mengenai perannya dalam jaringan peredaran uang palsu. Majelis Hakim juga menolak eksepsi yang diajukan Annar Salahuddin Sampetoding, terdakwa utama kasus ini.
Uang Palsu Lolos Mesin Hitung dan X-Ray
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menginterogasi Andi Ibrahim terkait pertemuannya dengan terdakwa utama dan seorang buronan bernama Hendra. Dalam pertemuan di rumah Annar Salahuddin Sampetoding, mereka menguji uang palsu menggunakan mesin hitung.
Hasilnya mengejutkan. Mesin hitung uang menolak uang palsu yang dikeluarkan Hendra, namun menerima uang palsu produksi terdakwa. Ini menunjukkan kualitas uang palsu yang tinggi.
Hendra tertarik membeli uang palsu tersebut. Namun, transaksi dibatalkan setelah Syahruna mengetahui Hendra merekam proses uji coba tersebut.
Transaksi Rp 1 Miliar dengan Buronan
Andi Ibrahim mengakui adanya transaksi uang palsu dengan Hendra, buronan yang kini berstatus DPO. Hendra awalnya membeli uang palsu senilai Rp 4 juta dengan harga Rp 2 juta.
Transaksi berlanjut hingga mencapai total Rp 1 miliar. Ketua Majelis Hakim, Dyan Martha Budhinugraeny, mempertanyakan tindakan Andi Ibrahim yang terlibat dalam transaksi tersebut mengingat statusnya sebagai PNS.
Andi Ibrahim mengakui kebodohannya terlibat dalam kasus ini.
Temuan Rp 470 Juta Uang Palsu dan Aliran Dana
Penyidik menemukan Rp 470 juta uang palsu di rumah kerja Andi Ibrahim. Ia mengakui telah memberikan Rp 150 juta kepada Mubin Nasir, pegawai honorer UIN Alauddin yang juga terdakwa.
Andi Ibrahim mengaku telah memberi tahu Mubin bahwa uang tersebut palsu, namun Mubin tetap menerimanya. Sebulan kemudian, Mubin mengembalikan uang asli senilai Rp 62 juta kepada Andi, yang disebutnya sebagai hasil penjualan uang palsu.
Bagian dari uang tersebut, diakui Andi, disumbangkan kepada anak yatim yang sering meminta sumbangan di kantor.
Pertemuan dengan Bos Sindikat dan Keterlibatan 15 Terdakwa
Andi Ibrahim bertemu Annar Salahuddin Sampetoding, diduga pimpinan sindikat, untuk membahas Pilkada Sulawesi Selatan, bukan uang palsu. Ia mengklaim memiliki dukungan politik lewat organisasi Cendekiawan Keraton Nusantara.
Kasus ini melibatkan 15 terdakwa, sebagian ASN. Uang palsu diproduksi di rumah Annar Salahuddin dan sempat dipindahkan ke perpustakaan kampus.
Nilai uang palsu yang berhasil diproduksi diperkirakan mencapai triliunan rupiah, dengan kualitas tinggi yang mampu melewati deteksi mesin hitung dan x-ray. Sidang akan berlanjut dengan pemeriksaan terdakwa lainnya dan menghadirkan saksi ahli.
Kasus ini menyoroti celah keamanan dan pengawasan di lingkungan kampus. Keterlibatan pejabat kampus dan penyaluran dana kepada anak yatim menambah kompleksitas dan dampak sosial dari kasus ini. Proses hukum selanjutnya akan menentukan hukuman bagi para terdakwa dan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan serupa.