Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan setelah sejumlah kasus keracunan massal terjadi di berbagai daerah. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar terkait pengawasan dan kesiapan program yang digulirkan sejak Januari 2025 ini. Kritik tajam pun dilayangkan oleh berbagai pihak, termasuk ahli gizi terkemuka.
Salah satu kritik datang dari dr. Tan Shot Yen. Ia menyoroti sejumlah kelemahan yang menyebabkan program ini berpotensi menimbulkan bahaya bagi anak-anak.
Pelatihan Terlambat dan Sistem MBG yang Teledor
Menurut dr. Tan Shot Yen, pelaksanaan program MBG terkesan sangat teledor. Buktinya, pelatihan bagi para pengelola dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru diberikan setelah kasus keracunan terjadi.
Ia mengungkapkan bahwa pelatihan SPPG di Jawa Barat, khususnya di daerah Serang, baru dilakukan setelah munculnya permasalahan keracunan massal. Hal ini menunjukkan kurangnya kesiapan sistem MBG.
Ketiadaan pelatihan sebelum operasional menunjukkan celah besar dalam sistem keamanan pangan program MBG. Ini tentu menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat.
Kurangnya Monitoring, Supervisi, dan Evaluasi
Meskipun Badan Gizi Nasional (BGN) telah menyediakan buku panduan teknis pelaksanaan MBG, dr. Tan menekankan pentingnya pengawasan yang ketat di lapangan.
Tanpa adanya monitoring, supervisi, dan evaluasi yang berkelanjutan, panduan tersebut menjadi tidak efektif. Penerapan di lapangan harus dipantau secara ketat agar sesuai standar.
Ia menegaskan pentingnya memastikan pelaksanaan MBG di lapangan benar-benar sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan. Hal ini membutuhkan pengawasan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Uji Coba yang Minim dan Tidak Efektif
Selain kurangnya pengawasan, dr. Tan juga mengkritik lemahnya uji coba teknis sebelum program MBG diresmikan. Uji coba yang dilakukan terkesan hanya seremonial, dihadiri banyak pejabat, tanpa mengevaluasi proses di setiap titik distribusi.
Uji coba yang ideal seharusnya dilakukan di setiap tahap, mulai dari pembelian bahan baku, proses produksi, hingga distribusi makanan ke siswa. Semua tahap harus mengikuti standar operasional prosedur yang telah ditetapkan.
Solusi dan Rekomendasi untuk Ke Depan
Menanggapi situasi darurat akibat keracunan massal, dr. Tan menyarankan pemerintah untuk menghentikan sementara program MBG guna melakukan evaluasi menyeluruh.
Langkah ini dianggap lebih baik daripada terus menerus menimbulkan korban akibat kesalahan sistem. Evaluasi menyeluruh diperlukan untuk memperbaiki sistem yang ada.
Ia juga mengusulkan agar hanya SPPG yang telah menerapkan tata kelola yang baik yang boleh melanjutkan program MBG. SPPG lainnya perlu mengikuti pelatihan dan evaluasi sebelum kembali beroperasi.
Sebagai alternatif, dr. Tan menyarankan pemanfaatan kantin sekolah untuk menyediakan makanan bergizi. Pengelola kantin dinilai lebih memahami selera anak-anak dan rantai keselamatan pangan di lingkungan sekolah.
Mereka lebih dekat dengan siswa dan lebih memahami kebutuhan nutrisi mereka. Pengelola kantin sekolah juga lebih paham standar keamanan pangan di lingkungan mereka.
Kesimpulannya, kasus keracunan massal dalam program MBG menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat, pelatihan yang memadai, dan evaluasi berkelanjutan dalam program skala besar seperti ini. Prioritas utama adalah keselamatan anak-anak, sehingga perbaikan sistem dan evaluasi menyeluruh menjadi langkah krusial untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.