Sebuah video viral di media sosial menampilkan seorang siswa Sekolah Dasar (SD) yang menangis tersedu-sedu. Dalam video tersebut, terlihat seorang guru berusaha menenangkan anak yang duduk menangis di lantai karena sebuah amplop berisi tulisan “tidak lulus”. Namun, kebenaran di balik video tersebut perlu diklarifikasi.
Tim Cek Fakta Kompas.com telah menelusuri video yang beredar dan menemukan fakta yang mengejutkan. Ternyata, peristiwa tersebut bukanlah seperti yang terlihat pertama kali.
Klarifikasi Video Siswa SD Menangis
Video yang diunggah di akun Instagram @im.jakarta_ pada 4 Juni 2025, menampilkan seorang siswa SD yang tampak sangat sedih karena menerima amplop bertuliskan “tidak lulus”. Narasi yang menyertai video tersebut menimbulkan keprihatinan dan berbagai reaksi dari warganet.
Namun, setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, terungkap fakta yang sebenarnya jauh berbeda dari narasi yang beredar.
Penelusuran Fakta oleh Tim Kompas.com
Tim Cek Fakta Kompas.com berhasil mengidentifikasi lokasi kejadian melalui emblem yang terlihat pada seragam salah satu guru di dalam video. Emblem tersebut identik dengan lambang Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Identifikasi ini kemudian diverifikasi dengan membandingkan emblem di video dengan lambang resmi Kabupaten Morowali yang terdapat di situs web Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Kesamaan keduanya memperkuat dugaan lokasi kejadian berada di Kabupaten Morowali.
Setelah penelusuran lebih lanjut, Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Sulteng, Sinar Alam, memberikan konfirmasi penting.
Kejadian Sebenarnya: Sebuah Prank
Menurut keterangan Sinar Alam, kejadian dalam video tersebut berlokasi di SD Fatufia, Kabupaten Morowali. Ia menjelaskan bahwa peristiwa itu hanyalah sebuah prank atau candaan yang dilakukan oleh guru kelas kepada siswanya.
Fakta mengejutkan lainnya, seluruh siswa kelas VI SD Fatufia dinyatakan lulus 100 persen. Amplop berisi tulisan “tidak lulus” yang diberikan kepada siswa tersebut hanya bagian dari lelucon yang tidak terduga menimbulkan kesedihan yang mendalam.
Konfirmasi ini juga diperkuat oleh pernyataan Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Salim Somad, yang menegaskan bahwa kewenangan kelulusan siswa ada di tangan sekolah.
Sistem kelulusan siswa SD memang telah berubah sejak era Mendikbudristek Nadiem Makarim. Ujian nasional ditiadakan dan tidak lagi menjadi syarat kelulusan. Namun, hal ini tidak berarti semua siswa otomatis lulus. Sekolah tetap memiliki wewenang untuk tidak meluluskan siswa yang tidak memenuhi kriteria tertentu, seperti sikap, keterampilan, dan capaian pembelajaran.
Peristiwa ini menyoroti pentingnya verifikasi informasi sebelum menyebarkannya lebih luas. Meskipun niat awal mungkin baik, penyebaran informasi yang tidak akurat dapat menimbulkan kesalahpahaman dan bahkan dampak negatif bagi pihak-pihak yang terlibat.
Kejadian di SD Fatufia menjadi pengingat betapa pentingnya untuk selalu mengecek kebenaran informasi sebelum membagikannya, terutama di era media sosial yang mudah diakses dan informasi cepat tersebar.
Semoga kejadian ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk bijak dalam menggunakan media sosial dan bertanggung jawab atas informasi yang kita sebarkan.