Piala Dunia Antarklub 2025: Ambisi FIFA di Tengah Protes

Playmaker

Piala Dunia Antarklub 2025: Ambisi FIFA di Tengah Protes
Sumber: Bola.com

FIFA meluncurkan format baru Piala Dunia Antarklub yang lebih ambisius, dengan rencana turnamen 32 tim yang akan diadakan setiap empat tahun sekali. Edisi perdana akan dilangsungkan di Amerika Serikat pada Juni-Juli 2025, setahun sebelum negara tersebut menjadi tuan rumah Piala Dunia 2026. Namun, rencana ini telah menuai banyak kritik, menimbulkan kontroversi di dunia sepak bola.

Perubahan besar dari format sebelumnya yang hanya melibatkan tujuh tim dan diadakan setiap tahun, menimbulkan kekhawatiran tentang kepadatan jadwal pertandingan yang sudah padat bagi para pemain. FIFA tampak mengabaikan keluhan ini, yang telah lama menjadi perhatian para pemain profesional.

Jadwal Padat yang Membebani Pemain

Kritik utama terhadap format baru Piala Dunia Antarklub 2025 adalah dampaknya terhadap jadwal pertandingan yang sudah padat. Turnamen yang berlangsung selama kurang lebih satu bulan ini akan mengurangi waktu istirahat pemain, terutama mereka yang juga bermain di level tim nasional.

Laporan FIFPro tahun 2023 telah menyoroti masalah ini. Kalender sepak bola yang semakin padat berdampak negatif pada kebugaran fisik dan mental para pemain.

Waktu istirahat selama musim panas menjadi satu-satunya kesempatan bagi pemain untuk memulihkan diri. Format baru ini menghilangkan waktu istirahat yang sangat penting tersebut.

Kevin De Bruyne, pemain kunci Manchester City, bahkan secara terbuka mengecam keputusan FIFA. Ia berpendapat bahwa uang lebih diutamakan daripada kesejahteraan pemain.

Ajang Cari Untung ala FIFA?

Banyak pihak menduga bahwa keputusan FIFA untuk menggelar turnamen ini didorong oleh kepentingan finansial, bukan semata-mata pertimbangan olahraga. Henry Bushnell dari Yahoo Sports menyebutnya sebagai upaya FIFA untuk memonetisasi pemain dan klub-klub besar.

Bushnell juga melihat turnamen ini sebagai bagian dari persaingan antara Presiden FIFA, Gianni Infantino, dan Presiden UEFA, Aleksander Ceferin. Pertandingan kekuatan antar federasi sepak bola ini berdampak pada keputusan yang diambil.

Para pemain dan pelaku sepak bola lainnya juga turut mengkritik kurangnya perencanaan yang matang dari FIFA. Kecepatan pelaksanaan rencana ini menunjukkan kurangnya pertimbangan aspek logistik.

Janji Finansial FIFA yang Tak Sepenuhnya Terbukti

FIFA awalnya menjanjikan hadiah total sebesar 1 miliar dolar AS, dengan setiap tim berpotensi mendapatkan sekitar 50 juta dolar AS. Namun, kenyataannya, pembagian hadiah tidak merata.

Klub-klub Eropa mendapatkan keuntungan paling besar. Mereka akan mendapatkan antara 38,19 juta hingga 12,81 juta dolar AS.

Klub dari konfederasi lain mendapat pembagian yang jauh lebih sedikit. Klub Amerika Selatan dijamin 15,21 juta dolar AS, sementara klub dari CONCACAF, CAF, dan AFC hanya mendapatkan 9,55 juta dolar AS. Auckland City, wakil Oseania, hanya mendapatkan 3,58 juta dolar AS.

Sistem bonus tambahan berdasarkan prestasi di setiap fase juga ada. Namun, sistem ini tidak cukup untuk menyeimbangkan pembagian hadiah yang tidak merata.

Hal ini menunjukkan bahwa pembagian hadiah tidak adil dan memperkuat kesenjangan antara klub kaya dan klub miskin. Sebanyak 70% dari total hadiah akan diterima oleh 12 klub Eropa.

Rincian Bonus Tambahan Berdasarkan Prestasi

  • Fase grup: 2 juta dolar AS untuk kemenangan, 1 juta dolar AS untuk imbang.
  • Babak 16 besar: 7,5 juta dolar AS.
  • Perempat final: 13,125 juta dolar AS.
  • Semifinal: 21 juta dolar AS.
  • Finalis: 30 juta dolar AS.
  • Juara: 40 juta dolar AS.

Minimnya minat siaran dan penonton juga menjadi indikasi bahwa rencana FIFA belum berjalan semulus yang dibayangkan. Fox, mitra lama FIFA, hanya mengajukan tawaran 10 juta dolar AS untuk hak siar.

FIFA akhirnya bermitra dengan DAZN untuk menayangkan pertandingan secara gratis. Nilai sebenarnya dari turnamen ini, yang awalnya diklaim mencapai 2 miliar dolar AS, diperkirakan hanya sekitar 1 miliar dolar AS.

Bahkan Simon Thomas, mantan kepala komersial FIFA, mengatakan bahwa FIFA perlu lebih kreatif untuk mencapai target keuangan mereka. Kegagalan ini menunjukkan bahwa rencana FIFA belum berjalan semulus yang direncanakan.

FIFA perlu lebih mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan finansial dan aspek olahraga. Perencanaan yang lebih matang dan transparan dibutuhkan untuk menghindari kontroversi di masa depan.

Popular Post

Tarif Parkir & ERP Jakarta: Solusi Ampuh Atasi Kemacetan?

Eksbis

Tarif Parkir & ERP Jakarta: Solusi Ampuh Atasi Kemacetan?

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah berupaya keras mengatasi permasalahan kemacetan yang kronis. Langkah terbaru yang diumumkan Gubernur DKI Jakarta, Pramono ...

Berita

Presiden Saksikan Kesepakatan Raksasa Indo Defence: Rp33 Triliun!

Presiden Prabowo Subianto menjadi saksi penting dalam penandatanganan kerja sama senilai Rp33 triliun di Indo Defence Expo & Forum 2025. ...

Harga Emas Antam Melonjak Tajam! Cek Update Hari Ini

Eksbis

Harga Emas Antam Melonjak Tajam! Cek Update Hari Ini

Harga emas Antam kembali menanjak hari ini, Sabtu (14/6/2025). Kenaikan sebesar Rp 9.000 per gram membuat harga emas batangan Antam ...

Eksbis

Harga Emas Antam Tembus Rp1,9 Juta: Investasi Menguntungkan?

Harga emas Antam kembali menanjak. Untuk ketiga kalinya secara berturut-turut, harga emas batangan Antam mengalami kenaikan. Pada Kamis, 12 Juni ...

Serangan Israel-Iran Picu Lonjakan Harga Minyak Dunia

Eksbis

Serangan Israel-Iran Picu Lonjakan Harga Minyak Dunia

Harga minyak mentah dunia melonjak tajam pada Jumat (13/6/2025) setelah Israel melancarkan serangan udara terhadap Iran tanpa dukungan Amerika Serikat. ...

Ganjil Genap Jakarta Rabu 18 Juni 2025: Cek Plat Nomormu!

Berita

Ganjil Genap Jakarta Rabu 18 Juni 2025: Cek Plat Nomormu!

Warga Jakarta kembali harus memperhatikan aturan ganjil genap yang berlaku hari ini, Rabu, 18 Juni 2025. Kebijakan ini diterapkan di ...