Ketegangan antara Israel dan Iran telah memicu kekhawatiran di pasar global, melampaui dampaknya pada harga energi. Konflik yang berkepanjangan berpotensi menimbulkan guncangan ekonomi yang signifikan, bahkan dapat mempengaruhi kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (The Fed).
Ancaman ini tidak hanya terkait dengan kenaikan harga minyak, tetapi juga potensi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan pasar kerja AS. Sebuah analisis mendalam menunjukkan potensi skenario yang lebih kompleks daripada sekadar inflasi sementara.
The Fed Berpotensi Memangkas Suku Bunga Lebih Cepat
Ryan Sweet, Kepala Ekonom AS di Oxford Economics, menyatakan bahwa kenaikan harga minyak yang berkelanjutan dapat memaksa The Fed untuk mengambil langkah lebih lunak, yaitu memangkas suku bunga lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Menurutnya, guncangan minyak yang berkepanjangan dapat menurunkan permintaan agregat dan berdampak negatif pada pasar tenaga kerja yang selama ini cukup kuat. Hal ini bertolak belakang dengan dampak historis lonjakan harga minyak yang biasanya hanya bersifat sementara.
Dengan ekonomi AS yang telah melambat dan rentan terhadap berbagai faktor negatif, kenaikan harga minyak yang terus-menerus menjadi ancaman yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja daripada inflasi itu sendiri.
Sweet memprediksi pemangkasan suku bunga pertama akan terjadi pada bulan Desember. Namun, hal ini bergantung pada perkembangan harga minyak dalam beberapa minggu ke depan.
Kenaikan harga minyak yang signifikan dan berkelanjutan akan memaksa The Fed untuk mempercepat pemangkasan suku bunga. Dampak negatif terhadap ekonomi dinilai lebih mendesak untuk ditangani daripada menunggu percepatan inflasi utama.
Dampak Kenaikan Harga Minyak Terhadap Inflasi
Lonjakan harga minyak, selain berdampak pada pertumbuhan ekonomi, juga berpotensi memicu inflasi yang lebih tinggi. Analis Wall Street memperingatkan bahwa konflik yang berkepanjangan dan potensi penutupan Selat Hormuz dapat mendorong harga minyak hingga USD 130 per barel.
Kenaikan tersebut dapat menyebabkan inflasi AS kembali ke angka 6 persen. Hal ini terutama karena harga gas yang lebih tinggi, yang sebelumnya telah menjadi faktor utama dalam tren deflasi.
Jika tren penurunan harga gas berbalik arah, ekonom memperingatkan akan terjadi lonjakan inflasi yang tajam. Kondisi ini dapat menunda pemotongan suku bunga hingga awal 2026.
The Fed harus menyeimbangkan mandatnya untuk stabilitas harga dan optimalisasi lapangan kerja. Walaupun The Fed cenderung fokus pada metrik inflasi yang mengecualikan kategori yang mudah berubah seperti energi, naiknya harga energi tetap menjadi perhatian.
Kenaikan harga energi dapat menimbulkan efek domino pada rantai pasokan dan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa lainnya. Potensi skenario stagflasi pun menjadi ancaman nyata.
Ancaman Terbesar bagi Ekonomi Global
Konflik Israel-Iran memiliki potensi untuk mengganggu pasar energi dan rute perdagangan di kawasan Timur Tengah, yang berdampak luas secara global.
Timur Tengah merupakan produsen minyak utama dunia. Meskipun ada sanksi, Iran masih mengekspor minyak mentah dalam jumlah signifikan ke negara-negara seperti China dan India.
Amarpreet Singh dari Barclays memperingatkan skenario terburuk: konflik dapat meluas ke produsen minyak dan gas utama lainnya di kawasan tersebut, mengganggu pengiriman global.
Selat Hormuz, jalur air sempit yang menjadi titik kritis perdagangan minyak global, menjadi fokus utama. Penutupan jalur ini akan mengakibatkan lonjakan harga minyak yang lebih tinggi.
Sekitar seperlima dari konsumsi minyak dunia melewati Selat Hormuz. Penutupan jalur tersebut akan berdampak signifikan pada harga minyak dunia.
Kenaikan harga minyak akan berdampak pada harga barang dan jasa, dari bahan bakar hingga makanan. Selain itu, pengalihan rute pengiriman akan menaikkan tarif pengiriman dan biaya keamanan.
Kesimpulannya, konflik Israel-Iran bukan hanya sekadar masalah geopolitik, tetapi juga mengandung ancaman ekonomi global yang serius. Dampaknya yang luas dan kompleks membutuhkan pemantauan ketat dan respons kebijakan yang tepat, baik dari The Fed maupun lembaga internasional lainnya.