Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah mengetahui lokasi keberadaan Jurist Tan, mantan Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, yang telah tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, membenarkan hal tersebut saat dikonfirmasi pada Rabu (25/6).
Meskipun Harli enggan mengungkapkan negara tempat Jurist Tan berada saat ini, ia memastikan penyidik terus berupaya memanggil yang bersangkutan. Salah satu upaya yang tengah dipertimbangkan adalah pemanggilan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di negara tempat Jurist Tan berada. Namun, Harli belum bisa memastikan apakah langkah ini akan benar-benar dilaksanakan.
Sebelumnya, Jurist Tan melalui kuasa hukumnya beralasan tidak dapat hadir karena ada kegiatan pribadi. Ia juga sempat mengajukan permintaan untuk diperiksa secara daring dan menyerahkan keterangan tertulis di luar permintaan penyidik. Namun, Kejagung menegaskan bahwa pemeriksaan secara langsung tetap diperlukan.
Kasus ini bermula dari indikasi permufakatan jahat. Penyidik menemukan dugaan pengarahan khusus agar tim teknis membuat kajian pengadaan alat TIK berupa laptop dengan dalih teknologi pendidikan. Kajian tersebut kemudian seolah-olah menunjukkan kebutuhan penggunaan Chromebook, meskipun uji coba pada 2019 menunjukkan inefektivitas penggunaan 1000 unit Chromebook untuk pembelajaran.
Penggunaan Chromebook ini kemudian menjadi isu yang dipertanyakan oleh penyidik. Apakah ada unsur kesengajaan dalam kajian yang dibuat sehingga mengarah pada pengadaan barang tertentu? Hal inilah yang menjadi fokus utama penyidik dalam mengusut kasus tersebut. Kejagung berkomitmen untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan proses hukum berjalan dengan adil.
Keberadaan Jurist Tan yang hingga kini belum diketahui secara pasti semakin memperumit proses penyelidikan. Kejagung akan terus berupaya untuk membawa Jurist Tan ke meja hijau untuk dimintai keterangan dan mempertanggungjawabkan dugaan keterlibatannya dalam kasus ini. Proses hukum akan terus berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Kegagalan menghadirkan Jurist Tan secara langsung menunjukkan adanya tantangan tersendiri dalam proses penegakan hukum, khususnya ketika yang bersangkutan berada di luar negeri. Kejagung perlu mengeksplorasi berbagai jalur diplomasi dan kerjasama internasional agar proses hukum dapat berjalan dengan efektif.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa di sektor pendidikan. Kejagung diharapkan dapat mengungkap secara tuntas dugaan penyimpangan dan memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat.
Pernyataan “Tentu penyidik memiliki informasi soal itu (keberadaan Jurist Tan),” dari Harli Siregar, menunjukkan komitmen Kejagung untuk terus melacak keberadaan Jurist Tan dan menuntaskan kasus ini. Publik berharap agar proses hukum ini dapat segera diselesaikan dan keadilan ditegakkan.
Kesimpulan: Kejagung tengah berupaya keras untuk memeriksa Jurist Tan terkait dugaan permufakatan jahat dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbud. Meskipun menghadapi tantangan karena Jurist Tan berada di luar negeri, Kejagung tetap berkomitmen untuk mengungkap seluruh fakta dan membawa kasus ini ke pengadilan.