Pemerintah kembali menunjukkan komitmennya dalam menyediakan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kali ini, Menteri Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, meningkatkan alokasi rumah subsidi bagi para pengemudi taksi Bluebird Group.
Kenaikan kuota tersebut merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap peran penting para pengemudi dalam menunjang perekonomian nasional. Langkah ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para pengemudi dan keluarga mereka.
Peningkatan Kuota Rumah Subsidi untuk Sopir Bluebird
Menteri PKP, Maruarar Sirait, atau Ara, mengumumkan penambahan kuota rumah subsidi untuk sopir Bluebird dari 5.000 unit menjadi 8.000 unit. Penambahan ini diresmikan melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pada Selasa, 17 Juni 2025, di kantor pusat Bluebird, Jakarta.
Ara menjelaskan, keputusan untuk menambah kuota tersebut didasari oleh tingginya minat para pengemudi Bluebird terhadap program rumah subsidi. Hal ini menunjukkan besarnya kebutuhan akan hunian layak bagi mereka.
Program ini menggunakan skema Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP). Dengan skema ini, para pengemudi dapat memiliki rumah dengan angsuran yang terjangkau.
Apresiasi Bluebird dan Harapan Pemerintah
Komisaris Utama Bluebird, Bayu Priawan Djokosoetono, menyambut baik inisiatif pemerintah ini. Ia melihat program ini sebagai bukti nyata kepedulian pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya para pengemudi.
Bayu menambahkan, tingginya animo para pengemudi terhadap program ini menunjukkan besarnya kebutuhan akan hunian layak. Hampir 3.000 pengemudi telah mendaftar untuk mendapatkan rumah subsidi.
Menteri Ara berharap Bluebird dapat turut aktif dalam memfasilitasi para pengemudi yang ingin memanfaatkan program KPR FLPP ini. Ia ingin agar perusahaan berperan aktif dalam membantu karyawannya yang belum memiliki rumah.
Ara juga menekankan pentingnya kepemilikan rumah bagi para pengemudi. Dengan memiliki rumah sendiri, para pengemudi terbebas dari beban biaya sewa yang cukup tinggi, yang bisa mencapai Rp 1,2 juta per bulan.
Kajian Pemerintah Terhadap Luas Minimal Rumah Subsidi dan Rusun
Kementerian PKP juga tengah mengkaji kemungkinan revisi aturan luas minimal rumah subsidi. Direktur Jenderal Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, menjelaskan bahwa terdapat alternatif pilihan untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat.
Salah satu alternatif yang dikaji adalah mengubah ketentuan luas minimal rumah tapak bersubsidi menjadi 18 m2 dengan tanah minimal 25 m2. Hal ini ditawarkan sebagai solusi alternatif bagi masyarakat yang kurang nyaman tinggal di rusun.
Sri Haryati menjelaskan bahwa pembangunan rusun juga masih menjadi opsi. Namun, ketersediaan lahan yang terbatas di perkotaan menjadi tantangan tersendiri dalam pembangunan rusun.
Pemerintah juga tengah berupaya agar skema FLPP untuk rusun dapat berjalan efektif. Sri Haryati menyebutkan bahwa regulasi sudah ada, namun implementasinya masih menghadapi berbagai kendala di perkotaan.
Kementerian PKP sedang mengkaji berbagai kemungkinan, termasuk penyesuaian harga per meter persegi rusun atau perubahan aturan yang membedakan perhitungan biaya rusun dengan rumah tapak. Tujuannya adalah agar skema rusun subsidi dapat lebih mudah diakses masyarakat.
Langkah pemerintah dalam meningkatkan kuota rumah subsidi dan mengkaji ulang regulasi luas minimal rumah serta pembangunan rusun menunjukkan komitmen nyata dalam menyediakan akses hunian layak bagi seluruh lapisan masyarakat. Program-program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia.