Perkembangan pesat teknologi digital telah mengubah lanskap industri perbankan di Indonesia. Semakin banyak nasabah yang beralih ke layanan perbankan digital, mengakibatkan penutupan sejumlah kantor cabang bank secara signifikan.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan penurunan drastis jumlah kantor cabang bank hingga Maret 2025. Hal ini mendorong sejumlah bank besar untuk melakukan penyesuaian strategi dan operasional mereka.
Penurunan Drastis Jumlah Kantor Cabang Bank
Jumlah kantor cabang bank di Indonesia menyusut hingga 3.208 unit pada Maret 2025. Total kantor cabang yang tersisa hanya berjumlah 21.035 unit.
OJK menjelaskan penurunan ini sebagai respons terhadap perubahan perilaku nasabah yang semakin mengandalkan layanan digital. Efisiensi operasional menjadi prioritas utama bagi bank-bank di tengah pergeseran tren ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan bahwa digitalisasi memungkinkan akses layanan perbankan kapanpun dan di manapun. Hal ini mendorong bank untuk mengoptimalkan efisiensi operasional.
Antisipasi Dampak terhadap Tenaga Kerja
Penutupan sejumlah kantor cabang bank menimbulkan kekhawatiran terhadap nasib tenaga kerja. Namun, OJK memastikan telah diantisipasi dengan pelatihan ulang dan realokasi pegawai.
Sampai saat ini, belum terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Semua bank di Indonesia tetap mematuhi peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
Beberapa bank besar seperti CIMB Niaga telah melakukan evaluasi dan penyesuaian jumlah cabang secara bertahap selama lima tahun terakhir. Mereka fokus pada relokasi cabang, perubahan format menjadi cabang hybrid, dan dorongan penggunaan kanal digital.
Strategi Adaptasi Bank di Era Digital
CIMB Niaga, misalnya, kini mengelola sekitar 300 cabang konvensional setelah melakukan pengurangan bertahap. Jumlah cabang mereka berkurang 10 unit pada Maret 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.
BNI juga mengalami tren serupa. Jumlah kantor cabang mereka turun menjadi 1.779 unit pada Maret 2025 dari 1.889 unit pada tahun 2020. Hal ini sejalan dengan pergeseran perilaku masyarakat ke layanan digital, terutama setelah pandemi.
BNI kini mengandalkan lima format outlet digital, seperti Wondr dan BNI Direct. Transaksi di kantor fisik kini kurang dari 1 persen dari total transaksi. Sisa transaksi dilakukan melalui layanan e-channel.
Meskipun demikian, BNI tetap mempertahankan outlet fisik untuk edukasi dan perluasan inklusi keuangan. Evaluasi keberadaan outlet dilakukan secara rutin berdasarkan kebutuhan bisnis, efisiensi operasional, dan tingkat literasi keuangan.
BNI juga mengembangkan jaringan BNI Agen46 untuk memperluas akses layanan tanpa perlu membuka cabang baru. Strategi ini terbukti efektif dalam menjangkau daerah-daerah terpencil.
Tren penutupan kantor cabang bank menunjukkan adaptasi industri perbankan terhadap perubahan teknologi dan perilaku konsumen. Hal ini menuntut bank untuk lebih inovatif dan efisien dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat.
Meskipun terjadi penurunan jumlah kantor cabang fisik, bank-bank tetap berkomitmen untuk menjaga kualitas layanan dan memastikan aksesibilitas layanan keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat. Strategi digitalisasi dan perluasan akses layanan melalui jaringan agen diharapkan dapat mengatasi tantangan ini.
Ke depannya, perkembangan teknologi dan perilaku konsumen akan terus memengaruhi strategi perbankan di Indonesia. Bank-bank perlu terus beradaptasi dan berinovasi untuk tetap kompetitif dan memenuhi kebutuhan nasabah yang terus berkembang.