Eks Kadisbud DKI Korupsi SPJ Fiktif, Negara Rugi Rp36,3 Miliar

Playmaker

Eks Kadisbud DKI Korupsi SPJ Fiktif, Negara Rugi Rp36,3 Miliar
Sumber: Liputan6.com

Mantan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, tengah berurusan dengan hukum. Ia didakwa melakukan korupsi dengan membuat Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian hingga Rp36,3 miliar.

Kasus ini melibatkan beberapa pihak. Selain Iwan Henry Wardhana, Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta tahun 2024, Mohamad Fairza Maulana, dan pemilik EO Gerai Production (GR PRO), Gatot Arif Rahmadi, juga turut didakwa.

Korupsi SPJ Fiktif: Kerugian Negara Capai Rp36,3 Miliar

Jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Jakarta, Arif Darmawan, mengungkapkan bahwa tindakan koruptif ini mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat signifikan. Jumlah kerugian negara mencapai Rp36.319.045.056,69.

Kasus ini bermula dari pengelolaan anggaran Dinas Kebudayaan DKI Jakarta tahun anggaran 2022-2024. Anggaran tersebut dialokasikan untuk kegiatan Pergelaran Kesenian Terpilih (PKT), Pergelaran Seni Budaya Berbasis (PSBB) Komunitas, dan keikutsertaan mobil hias dalam acara Jakarnaval.

Modus Operandi: Pengalihan Anggaran dan Rekayasa SPJ

Iwan Henry Wardhana diduga mengarahkan agar seluruh kegiatan PSBB Komunitas ditangani oleh Gatot Arif Rahmadi. Terdapat kesepakatan antara Iwan dan Gatot, di mana Gatot akan memberikan sebagian uang kepada Iwan.

Tidak hanya PSBB Komunitas, kegiatan PKT dan Jakarnaval tahun 2023 juga diserahkan kepada Gatot dengan kesepakatan yang serupa. Bahkan, Iwan juga mengarahkan agar kegiatan PKT dan PSBB Komunitas tahun anggaran 2024 tetap dikelola oleh Gatot.

Mohamad Fairza Maulana berperan dalam menyampaikan rencana anggaran biaya (RAB) kepada Gatot. Gatot dan Fairza kemudian bekerja sama dalam merekayasa bukti pertanggungjawaban anggaran. Kelebihan pembayaran yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kesepakatan dengan Iwan.

Rekayasa Bukti dan Penggelembungan Anggaran

Gatot, sebagai pemilik EO, menentukan data sanggar yang akan digunakan. Ia kemudian meminta persetujuan dari Fairza dan membuat proposal seolah-olah berasal dari pelaku seni atau sanggar tersebut.

Selanjutnya, dibuat berbagai dokumen pendukung, termasuk disposisi, nota dinas, surat-surat, daftar hadir, daftar honorarium, dan bukti dokumentasi kegiatan. Dokumen-dokumen ini direkayasa untuk mendukung SPJ fiktif.

Para terdakwa membuat bukti pembayaran fiktif kepada pelaku seni. Mereka juga melakukan mark-up pembayaran honorarium, memanipulasi foto dokumentasi, dan membuat bukti pembayaran sewa alat peraga yang tidak sesuai kenyataan.

Berdasarkan SPJ yang direkayasa, Dinas Kebudayaan Jakarta mencairkan anggaran. Gatot, atas arahan Iwan dan Fairza, mengelola sekitar 101 acara PSBB Komunitas, 746 PKT, dan tiga Jakarnaval. Realisaisi pembayaran mencapai Rp38.658.762.470,69, namun pengeluaran sebenarnya hanya Rp8.196.917.258,00.

Selisih pembayaran yang signifikan tersebut, sebesar Rp30.461.845.212,69, disalahgunakan. Terdapat juga rekayasa anggaran pada kegiatan PKT yang dikelola secara swakelola oleh Dinas Kebudayaan Jakarta.

Dalam pelaksanaan PKT swakelola, Fairza melakukan rekayasa bukti-bukti pengelolaan anggaran, seperti menambahkan komponen fiktif, menaikkan pembayaran honorarium, dan memalsukan dokumen.

Bukti pertanggungjawaban fiktif digunakan untuk mencairkan anggaran PKT swakelola. Terdapat selisih antara nilai pencairan dan pembayaran sebenarnya yang kemudian dikembalikan melalui transfer kepada staf Dinas Kebudayaan.

Pada tahun 2022-2024, Dinas Kebudayaan Jakarta mempertanggungjawabkan sekitar 104 bukti pembayaran honorarium yang telah di-markup kepada 57 pelaku seni. Selisih pembayaran yang mencapai Rp901.517.500,00 disalahgunakan.

Iwan, Fairza, dan Gatot menikmati uang haram dari hasil korupsi tersebut. Iwan mendapatkan Rp16.200.000.000, Fairza Rp1.441.500.000, dan Gatot Rp13.520.345.212,69.

Ketiga terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Proses hukum yang berjalan diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya tindakan korupsi serupa di masa mendatang.

Popular Post

Tarif Parkir & ERP Jakarta: Solusi Ampuh Atasi Kemacetan?

Eksbis

Tarif Parkir & ERP Jakarta: Solusi Ampuh Atasi Kemacetan?

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah berupaya keras mengatasi permasalahan kemacetan yang kronis. Langkah terbaru yang diumumkan Gubernur DKI Jakarta, Pramono ...

Berita

Presiden Saksikan Kesepakatan Raksasa Indo Defence: Rp33 Triliun!

Presiden Prabowo Subianto menjadi saksi penting dalam penandatanganan kerja sama senilai Rp33 triliun di Indo Defence Expo & Forum 2025. ...

Harga Emas Antam Melonjak Tajam! Cek Update Hari Ini

Eksbis

Harga Emas Antam Melonjak Tajam! Cek Update Hari Ini

Harga emas Antam kembali menanjak hari ini, Sabtu (14/6/2025). Kenaikan sebesar Rp 9.000 per gram membuat harga emas batangan Antam ...

Eksbis

Harga Emas Antam Tembus Rp1,9 Juta: Investasi Menguntungkan?

Harga emas Antam kembali menanjak. Untuk ketiga kalinya secara berturut-turut, harga emas batangan Antam mengalami kenaikan. Pada Kamis, 12 Juni ...

Serangan Israel-Iran Picu Lonjakan Harga Minyak Dunia

Eksbis

Serangan Israel-Iran Picu Lonjakan Harga Minyak Dunia

Harga minyak mentah dunia melonjak tajam pada Jumat (13/6/2025) setelah Israel melancarkan serangan udara terhadap Iran tanpa dukungan Amerika Serikat. ...

Ganjil Genap Jakarta Rabu 18 Juni 2025: Cek Plat Nomormu!

Berita

Ganjil Genap Jakarta Rabu 18 Juni 2025: Cek Plat Nomormu!

Warga Jakarta kembali harus memperhatikan aturan ganjil genap yang berlaku hari ini, Rabu, 18 Juni 2025. Kebijakan ini diterapkan di ...