Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan seorang tersangka kasus dugaan suap “uang ketok palu” dalam pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2017-2018. Kali ini, Suliyanti (S), anggota DPRD Jambi periode 2014-2019, menjadi tersangka yang ditahan. Penahanan dilakukan setelah Suliyanti menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (12/6/2025).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan penahanan tersebut pada Jumat (13/6/2025). Suliyanti ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Kasus Suap “Uang Ketok Palu” di Jambi
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus suap “uang ketok palu” yang sebelumnya menjerat mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola. KPK telah menetapkan 28 mantan anggota DPRD Jambi periode 2014-2019 sebagai tersangka dalam kasus yang sama pada tahun 2023.
Para mantan anggota DPRD Jambi tersebut diduga menerima suap untuk mengesahkan RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017 dan 2018. RAPBD tersebut memuat sejumlah proyek infrastruktur bernilai miliaran rupiah.
Modus Operandi dan Pembagian Suap
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan modus operandi para tersangka. Salah satu anggota DPRD Jambi saat itu, Syopian, dan koleganya meminta sejumlah uang kepada Zumi Zola untuk pengesahan RAPBD.
Uang tersebut dikenal dengan istilah “uang ketok palu”. Zumi Zola kemudian memerintahkan orang kepercayaannya, Paut Syakarin, seorang pengusaha, untuk menyiapkan uang sekitar Rp 2,3 miliar.
Pembagian uang suap disesuaikan dengan posisi para tersangka di DPRD. Besarannya bervariasi, mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 400 juta per orang.
Dampak dan Langkah Hukum Selanjutnya
Penahanan Suliyanti menunjukkan keseriusan KPK dalam mengusut tuntas kasus korupsi ini. Kasus ini menjadi bukti nyata praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dan masyarakat Jambi.
Proses hukum terhadap Suliyanti dan para tersangka lainnya akan terus berlanjut. KPK akan berupaya untuk menghadirkan bukti-bukti yang kuat agar dapat diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten sangat penting untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Dengan terungkapnya kasus ini, diharapkan menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak terkait dalam proses penganggaran dan pengesahan APBD kedepannya. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama untuk mencegah terjadinya korupsi serupa.
Ke depannya, diharapkan akan ada pengawasan yang lebih ketat dalam proses penganggaran dan pengesahan APBD di seluruh daerah di Indonesia, untuk mencegah praktik korupsi serupa terjadi kembali dan memastikan penggunaan anggaran negara untuk kepentingan masyarakat.