Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, kembali menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu, 18 Juni 2025. Pemeriksaan ini terkait kasus dugaan korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank kepada PT Sritex Tbk. Iwan Lukminto menjelaskan kedatangannya untuk melengkapi dokumen perusahaan yang diminta penyidik Kejagung.
Kuasa hukum Iwan, Calvin Wijaya, menambahkan bahwa dokumen-dokumen tersebut baru saja dikumpulkan. Proses pengumpulan membutuhkan waktu karena beberapa dokumen berasal dari mantan karyawan. Pihaknya menegaskan komitmen penuh untuk kooperatif dalam proses hukum.
Iwan Kurniawan Lukminto Kembali Diperiksa Kejagung
Iwan Kurniawan Lukminto hadir di Kejagung untuk memenuhi panggilan kedua terkait kasus dugaan korupsi. Ia menyerahkan sejumlah dokumen perusahaan yang diminta penyidik.
Pihaknya telah berupaya maksimal untuk mengumpulkan seluruh dokumen yang diperlukan. Kerjasama dengan penyidik Kejagung berjalan lancar dan semua informasi diberikan secara lengkap.
Pencegahan Ke Luar Negeri dan Tiga Tersangka Kasus Sritex
Kejagung telah mencegah Iwan Kurniawan Lukminto bepergian ke luar negeri sejak 19 Mei 2025 selama enam bulan. Hal ini untuk mempermudah proses penyidikan.
Selain Iwan Lukminto, Kejagung menetapkan dua tersangka lain. Mereka adalah Dicky Syahbandinata (Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank BJB 2020) dan Zainuddin Mappa (Direktur Utama PT Bank DKI 2020).
Kejagung Dalami Aliran Dana Kredit Rp692 Miliar
Penyidik Kejagung tengah menyelidiki aliran dana kredit senilai Rp692 miliar yang diterima PT Sritex. Mereka menyelidiki apakah dana tersebut digunakan untuk kepentingan perusahaan atau pribadi Iwan Lukminto.
Meskipun digunakan untuk membayar utang perusahaan, hal tersebut tetap melanggar perjanjian kredit yang telah disepakati. Perjanjian tersebut mengatur bahwa dana kredit harus digunakan untuk modal kerja, bukan untuk hal lain.
Penggunaan Dana Kredit Tidak Sesuai Peruntukan
Penggunaan dana kredit untuk pembayaran utang, meskipun untuk perusahaan, tetap menyalahi perjanjian. Perjanjian kredit secara eksplisit menyatakan bahwa dana tersebut harus digunakan untuk modal kerja.
Penyidik terus mendalami penggunaan dana tersebut. Hasil penyelidikan akan menentukan langkah hukum selanjutnya.
Indikasi Pembelian Aset Tidak Produktif
Terdapat indikasi bahwa sebagian dana kredit digunakan untuk membeli aset-aset yang tidak produktif. Hal ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan PT Sritex mengalami kesulitan keuangan hingga pailit.
Kegagalan manajemen dalam mengelola dana kredit berdampak signifikan pada kinerja perusahaan. Keuntungan Rp1,8 triliun pada 2020 berubah menjadi kerugian lebih dari Rp15 triliun pada 2021.
Kejagung sedang menyelidiki keterkaitan antara penggunaan dana kredit yang tidak tepat dengan kondisi keuangan PT Sritex. Hasil investigasi diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan. Kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya transparansi dan tata kelola perusahaan yang baik dalam pengelolaan keuangan, khususnya dalam menerima dan menggunakan pinjaman dari lembaga perbankan. Ke depannya, diharapkan akan ada pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah terulangnya kasus serupa.