Kasus *love scamming* yang menimpa staf Presiden Prabowo Subianto, Kani Dwi Haryani, menyoroti betapa liciknya modus penipuan ini. Kejadian ini menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat luas untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai bentuk penipuan online. Psikolog Mira Damayanti Amir menjelaskan bahwa *love scamming* bukanlah kasus yang berdiri sendiri. Pola serupa berulang kali terjadi di berbagai daerah, termasuk Yogyakarta.
Pelaku *love scamming* kerap kali berhasil menjerat banyak korban dengan skema yang hampir sama. Mereka mampu membangun hubungan emosional yang kuat dan akhirnya memanipulasi korban untuk mendapatkan uang atau informasi penting. Penting bagi kita semua untuk memahami bagaimana modus dan pola *love scamming* ini bekerja agar dapat melindungi diri sendiri.
Modus Operandi *Love Scamming*: Menjerat Korban Secara Bertahap
*Love scamming* biasanya diawali dengan pendekatan yang terkesan biasa. Pelaku sering memulai percakapan di media sosial atau melalui pesan pribadi (DM). Mereka akan menggunakan foto profil yang menarik dan profesional untuk membangun kepercayaan.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua profil profesional adalah tanda penipuan. Namun, kewaspadaan tetap diperlukan. Pelaku biasanya memulai dengan basa-basi dan bercanda untuk mengukur respon korban. Langkah ini merupakan bagian penting dari strategi penipuan mereka.
Membangun Kedekatan Emosional
Setelah berhasil menarik perhatian korban, pelaku akan berusaha membangun kedekatan emosional. Mereka akan memberikan pujian, perhatian, dan berbagi cerita pribadi yang dirancang untuk membuat korban merasa spesial dan dipercaya.
Pelaku sangat memahami celah emosi korban. Mereka akan memanfaatkan rasa kesepian, kebutuhan akan validasi, atau keinginan akan hubungan asmara untuk mengikat korban secara emosional. Pujian dan perhatian yang intens akan membuat korban merasa nyaman dan menurunkan kewaspadaannya.
Menghindari Interaksi Langsung
Ciri khas pelaku *love scamming* adalah menghindari *video call* atau pertemuan langsung. Mereka kerap kali memberikan alasan teknis, seperti kamera yang rusak, lokasi di luar negeri, atau kendala jaringan internet.
Meskipun komunikasi virtual terus berlanjut setiap hari, hal ini justru menjadi tanda peringatan. Keengganan untuk bertemu secara langsung merupakan strategi untuk mencegah korban melihat identitas asli pelaku. Hubungan yang dibangun hanya terbatas pada dunia maya.
Permintaan Finansial yang Bertahap
Setelah berhasil membangun kepercayaan dan kedekatan emosional, pelaku akan mulai meminta uang atau bantuan finansial. Alasan yang mereka berikan beragam, mulai dari biaya administrasi, masalah keluarga hingga situasi darurat seperti tertahan di bandara.
Jumlah uang yang diminta pun biasanya dimulai dari yang kecil dan secara bertahap meningkat. Hal ini dilakukan untuk membuat korban merasa nyaman dan tidak curiga. Begitu korban sudah terperangkap, pelaku akan semakin berani meminta jumlah yang lebih besar. Dalam beberapa kasus, permintaan juga bisa berupa foto atau video yang tidak senonoh.
Mengapa Korban Mudah Terperdaya?
Banyak korban *love scamming* sebenarnya menyadari adanya kejanggalan. Namun, karena terikat secara emosional, mereka cenderung mengabaikan keraguan dan tetap percaya pada pelaku.
Rasa kesepian dan kebutuhan akan validasi seringkali membuat seseorang kehilangan kemampuan berpikir kritis. Kondisi emosional yang rentan ini dimanfaatkan oleh pelaku untuk memanipulasi korban.
Pentingnya Kewaspadaan
Mira Damayanti Amir menyarankan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam membangun relasi digital. Jangan ragu untuk meminta pendapat orang terdekat jika mulai muncul kecurigaan terhadap seseorang yang baru dikenal di dunia maya.
Berpikir kritis dan waspada sangat penting dalam menjaga diri dari penipuan online. Jangan terburu-buru untuk percaya pada seseorang yang baru dikenal, terutama jika mereka meminta uang atau informasi pribadi. Lebih baik mencegah daripada harus menanggung kerugian materiil dan emosional.
Kesimpulannya, memahami modus dan pola *love scamming* sangat krusial untuk melindungi diri dari penipuan ini. Kewaspadaan, berpikir kritis, dan komunikasi terbuka dengan orang terdekat merupakan langkah penting untuk mencegah diri menjadi korban. Jangan ragu untuk melaporkan setiap kecurigaan kepada pihak berwajib agar pelaku dapat diproses sesuai hukum.