Guru PNS, Sri Hartono, mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Ia meminta agar batas usia pensiun guru disamakan dengan dosen, yaitu 65 tahun.
Alasan utama pengajuan uji materi ini adalah perbedaan usia pensiun antara guru dan dosen yang dianggap tidak adil dan tidak sejalan dengan prinsip meritokrasi dalam sistem ASN. Sri Hartono, yang mengikuti persidangan secara daring, menyatakan, “Ketentuan yang membedakan usia pensiun antara guru dan dosen tidak mencerminkan prinsip meritokrasi.”
Menurutnya, perbedaan ini bukan hanya menimbulkan ketidakadilan bagi guru, tetapi juga berpotensi menciptakan ketegangan sosial antarprofesi di dunia pendidikan. Pengalaman pribadinya menunjukkan dampak signifikan dari pensiun di usia 60 tahun, baik secara administratif maupun psikologis.
Sri Hartono juga menyoroti masalah kekurangan tenaga pendidik di Indonesia. Kondisi ini telah disampaikan oleh Kementerian PANRB dan Kementerian Pendidikan. Kebijakan pensiun dini bagi guru, menurutnya, justru kontraproduktif terhadap upaya pemerintah meningkatkan kualitas SDM di sektor pendidikan.
Ia berharap MK menyatakan ketentuan batas usia pensiun guru dalam UU Guru dan Dosen bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, usia pensiun guru dapat disamakan dengan dosen, yaitu 65 tahun.
Permohonan tersebut mendapat tanggapan dari Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Enny menyoroti ketidakkonsistenan penyebutan pasal yang diajukan untuk diuji dalam permohonan Sri Hartono. Majelis hakim pun memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonan tersebut.
Analisis Lebih Dalam: Implikasi Perbedaan Usia Pensiun Guru dan Dosen
Perbedaan usia pensiun antara guru dan dosen memiliki implikasi luas. Selain aspek keadilan bagi para guru, hal ini juga berdampak pada kualitas pendidikan nasional. Guru dengan pengalaman dan keahlian yang melimpah dipaksa pensiun lebih dini, sementara tenaga pendidik muda yang masih perlu banyak pengalaman harus menanggung beban yang lebih besar.
Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas pembelajaran, khususnya di daerah-daerah yang sudah kekurangan guru. Pemerintah perlu mempertimbangkan secara serius dampak jangka panjang dari kebijakan ini, tidak hanya dari sisi penghematan anggaran, tetapi juga dari sisi peningkatan kualitas pendidikan.
Perbandingan Sistem Pensiun di Negara Lain
Untuk memperkaya analisis, perlu dikaji sistem pensiun untuk tenaga pendidik di negara-negara lain. Beberapa negara maju telah menerapkan usia pensiun yang lebih fleksibel atau lebih tinggi bagi guru dan dosen, bahkan ada yang memungkinkan perpanjangan masa kerja berdasarkan kinerja dan kebutuhan.
Studi komparatif ini dapat memberikan wawasan berharga bagi pengambilan keputusan di Indonesia. Mempelajari praktik terbaik di negara lain dapat membantu pemerintah merumuskan kebijakan yang lebih adil, efektif, dan berkelanjutan untuk tenaga pendidik.
Kesimpulan
Permohonan uji materi yang diajukan Sri Hartono membuka diskusi penting terkait kebijakan pensiun guru di Indonesia. Perbedaan usia pensiun dengan dosen menimbulkan pertanyaan serius tentang keadilan, meritokrasi, dan kualitas pendidikan. Pemerintah perlu mempertimbangkan secara komprehensif berbagai aspek, termasuk studi komparatif dan dampak jangka panjang, sebelum mengambil keputusan final.