Anisah Naharuddin Palussai (53), seorang warga Takkalalla, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, merasakan campur aduk perasaan menjelang kepulangannya ke Indonesia. Lebih dari sebulan ia menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Kegembiraan bertemu kembali dengan suami dan anak semata wayangnya bercampur dengan duka mendalam. Rumah panggung keluarganya hangus terbakar saat Hari Raya Iduladha, 9 Juni 2025. Wajahnya tampak sendu, matanya sembab dan memerah.
Berita buruk tersebut baru ia terima saat akan melaksanakan jumrah Aqobah, 10 Juni 2025. Keluarga sengaja menyembunyikan kabar tersebut agar Anisah dapat fokus beribadah haji. Keputusan ini diambil karena Anisah memiliki riwayat tekanan darah tinggi.
Rumah Hangus Terbakar di Hari Raya Iduladha
Anisah baru mengetahui kabar kebakaran melalui pesan singkat di ponselnya saat berada di Mina. Teman-temannya di Tanah Suci pun tidak ada yang memberitahunya lebih cepat.
Suami Anisah, Supardi, dan anaknya hanya berhasil menyelamatkan sepeda motor yang terparkir di bawah rumah. Seluruh pakaian, barang-barang berharga, dan perabotan rumah lainnya habis dilalap api.
Dukungan dari Keluarga Baru di Tanah Suci
Rasa sedih Anisah terobati berkat dukungan dari Ely Rahmini Musa, seorang jemaah haji lain dari Soppeng. Mereka tak memiliki hubungan keluarga, namun telah terjalin kedekatan selama proses manasik haji.
Ely setia mendampingi Anisah selama di Tanah Suci, bahkan hingga keberangkatan kembali ke Indonesia. Ely sendiri telah kehilangan rumahnya akibat kebakaran beberapa waktu lalu. Empati yang tinggi mendorongnya untuk memberikan dukungan penuh kepada Anisah.
Dukungan dari Rombongan Haji Soppeng
Rombongan jemaah haji asal Soppeng berjumlah 41 orang juga memberikan dukungan moral dan material. Mereka menggalang dana untuk membantu Anisah.
Petugas pembimbing ibadah haji dan Kepala Kemenag Soppeng, Musriadi, memimpin penggalangan dana tersebut. Anisah merasa terharu dan bersyukur atas bantuan yang diberikan.
Perjalanan Haji yang Berkesan Meskipun Berat
Meskipun mengalami cobaan berat, Anisah tetap bersyukur atas pengalaman menunaikan ibadah haji. Ia menilai pelayanan dan fasilitas yang diterima selama di Tanah Suci memadai.
Anisah merasa puas dengan fasilitas tenda yang disediakan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ia juga memuji ketersediaan makanan yang bahkan menurutnya berlimpah. Meskipun rumah telah habis terbakar, Anisah tetap teguh akan kembali ke kampung halamannya meskipun harus tinggal sementara di tenda. Tradisi dan budaya Bugis mengharuskannya kembali ke rumah sendiri.
Perjalanan haji Anisah pun meninggalkan kesan mendalam, terutama kebersamaan dengan rombongan haji dari Soppeng dan persahabatannya dengan Ely. Kebaikan dan empati yang diterima di Tanah Suci menjadi penghiburan atas musibah yang menimpanya. Kisah Anisah menjadi gambaran betapa kuatnya semangat beribadah dan kekuatan persaudaraan di tengah ujian hidup.