Gejolak ekonomi global turut berdampak signifikan pada industri makanan dan minuman. Kenaikan biaya bahan baku, inflasi, dan perubahan perilaku konsumen memaksa banyak pelaku bisnis untuk beradaptasi agar tetap bertahan. Salah satu contoh nyata dampaknya adalah kesulitan yang tengah dialami oleh Subway, rantai restoran sandwich ikonik Amerika.
Subway, yang pernah berjaya sebagai jaringan restoran sandwich terbesar di dunia, kini menghadapi tantangan serius yang mengancam keberlangsungan bisnisnya. Penutupan ratusan gerai dan pengajuan kebangkrutan oleh salah satu operator waralabanya menjadi bukti nyata tekanan yang semakin menghimpit industri makanan cepat saji.
Krisis yang Mengancam Subway
Sebuah perusahaan waralaba besar Subway, CGA Corporation, telah mengajukan kebangkrutan Bab 11 pada 25 Juni 2024. CGA mencatat aset senilai 100.000 ribu dolar dan kewajiban hingga 500.000 ribu dolar AS. Meskipun pihak perusahaan belum secara rinci menjelaskan penyebab pengajuan kebangkrutan tersebut, situasi ini mencerminkan tekanan besar yang dihadapi industri makanan cepat saji secara keseluruhan.
Lebih dari 600 gerai Subway telah ditutup dalam setahun terakhir. Persaingan yang ketat dengan pemain lain seperti Jersey Mike’s dan Jimmy John’s ikut memperparah kondisi tersebut. Kenaikan biaya operasional juga menjadi faktor penting yang tidak bisa diabaikan.
Faktor Penurunan Performa Subway
Inflasi yang tinggi memaksa banyak konsumen untuk mengurangi pengeluaran, termasuk untuk makan di luar. Raksasa makanan cepat saji seperti McDonald’s dan Burger King pun terpaksa melakukan penyesuaian harga untuk tetap bersaing. Bahkan harga Big Mac, menu andalan McDonald’s, telah naik dua kali lipat sejak 2014.
Selain itu, Subway juga menghadapi masalah kepercayaan merek. Berbagai kontroversi, mulai dari pertanyaan tentang keaslian tuna hingga kualitas rotinya, telah menjadi sorotan media dan berdampak pada citra merek. Meskipun Subway telah beberapa kali membantah isu tersebut, dampak negatifnya tetap terasa.
Masa Depan Subway yang Tidak Pasti
Penutupan gerai Subway terus berlanjut. Jumlah restoran Subway di AS telah turun di bawah 20.000 untuk pertama kalinya dalam 20 tahun. Pada puncaknya, Subway mengoperasikan lebih dari 27.000 restoran di AS pada tahun 2016. Sejak saat itu, Subway telah menutup sekitar 7.600 lokasi di AS.
Kontraksi keuangan ini semakin memperumit ambisi ekspansi internasional Subway. Data perusahaan menunjukkan penurunan signifikan jumlah gerai di AS, menunjukkan penurunan sekitar 631 toko dari tahun sebelumnya dan kehilangan hampir sepertiga jejaknya di AS kurang dari satu dekade. Laporan di media juga menyebutkan bahwa Subway telah mengabaikan keluhan dari para pewaralabanya yang kesulitan.
Kebangkrutan CGA Corporation menjadi alarm bagi industri makanan cepat saji. Operator waralaba lokal menanggung beban kenaikan biaya dan penurunan margin keuntungan. Jika Subway, salah satu nama paling terkenal dalam industri ini, mengalami kesulitan mempertahankan waralabanya, maka pemain lain mungkin akan menghadapi nasib serupa. Pertanyaan besar yang kini muncul adalah apakah Subway dapat beradaptasi dengan cepat untuk bertahan hidup di tengah tantangan yang semakin berat. Masa depan Subway, kerajaan sandwich yang pernah begitu dicintai, masih belum pasti.