Pada Senin, 9 Juni 2025, militer Israel mencegat Kapal Madleen di perairan internasional. Kapal tersebut tengah menuju Gaza membawa bantuan kemanusiaan. Di antara para aktivis yang berada di kapal adalah Greta Thunberg, aktivis iklim asal Swedia.
Kejadian ini memicu berbagai reaksi, termasuk penyebaran narasi di media sosial yang bertujuan mendiskreditkan keterlibatan Greta Thunberg dalam aktivisme pro-Palestina. Berbagai unggahan di platform X menampilkan konten manipulatif yang bertujuan untuk mencoreng reputasinya.
Foto Manipulatif Greta Thunberg: Bukti Deepfake
Beberapa akun di media sosial X menyebarkan gambar yang menampilkan Greta Thunberg sedang menikmati koktail di atas kapal pesiar mewah. Gambar ini disertai narasi yang menyiratkan bahwa dukungan Greta terhadap Palestina hanyalah bagian dari gaya hidup kaum progresif yang kaya.
Namun, hasil penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com membuktikan sebaliknya. Gambar tersebut terdeteksi sebagai deepfake dengan probabilitas 99,9 persen oleh Hive Moderation, sebuah tools pendeteksi konten AI.
Was It AI, tools lain yang digunakan, juga mengkonfirmasi bahwa foto tersebut merupakan hasil buatan AI. Terdapat watermark “Grok” di pojok kanan bawah gambar, yang mengarah pada chatbot AI milik xAI, perusahaan Elon Musk.
Asal Usul Gambar Manipulasi dan Teknologi AI
Grok, chatbot AI yang digunakan untuk membuat gambar tersebut, memungkinkan pengguna untuk menciptakan gambar apa pun hanya dengan memasukkan perintah teks atau prompt. Dengan demikian, gambar yang beredar tidak didasarkan pada peristiwa nyata.
Kemudahan pembuatan gambar palsu dengan AI menimbulkan kekhawatiran akan penyebaran informasi yang menyesatkan. Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana teknologi AI dapat disalahgunakan untuk tujuan propaganda dan diskreditasi.
Kemudahan akses terhadap teknologi AI ini menuntut kewaspadaan publik dalam menerima informasi yang beredar di dunia maya. Verifikasi informasi dari sumber terpercaya sangat penting untuk mencegah penyebaran hoaks dan disinformasi.
Deportasi Aktivis dan Respon Israel
Kapal Madleen, yang membawa Greta Thunberg dan aktivis lainnya, termasuk anggota Parlemen Eropa Rima Hassan, diseret ke pelabuhan Ashdod, Israel. Mereka dideportasi setelah upaya membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Bantuan yang dibawa berupa sejumlah kecil kargo, seperti beras dan susu formula. Para aktivis bertujuan untuk meningkatkan kesadaran internasional tentang krisis kemanusiaan di Gaza.
Namun, pihak Israel menyebut pelayaran tersebut sebagai aksi publisitas pro-Hamas yang menumpang pada jalur pengiriman bantuan. Israel bahkan menyebarkan foto Greta di bandara sebelum dideportasi ke Paris, sebuah tindakan yang ironis mengingat Greta dikenal menolak naik pesawat karena alasan lingkungan.
Tindakan Israel ini menunjukkan upaya untuk mendiskreditkan para aktivis dan pesan kemanusiaan yang mereka usung. Penyebaran foto-foto manipulasi semakin memperkuat dugaan tersebut.
Kasus ini menyoroti kompleksitas konflik di Gaza dan bagaimana teknologi modern dimanfaatkan untuk memengaruhi opini publik. Penting bagi masyarakat untuk tetap kritis dan memverifikasi informasi sebelum mempercayainya, terutama dalam konteks isu-isu sensitif seperti ini.
Kejadian ini juga menggarisbawahi perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan teknologi AI, khususnya dalam konteks penyebaran informasi. Regulasi yang tepat dapat membantu mencegah penyalahgunaan AI untuk tujuan yang merugikan.