Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menyita uang senilai Rp11.880.351.802.619 dalam kasus korupsi fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya. Penyitaan ini merupakan yang terbesar dalam sejarah Kejagung, menandai langkah signifikan dalam pemulihan kerugian negara.
Uang tersebut dikembalikan oleh Wilmar Group sebagai bentuk kesadaran korporasi dan kerja sama dalam mengembalikan kerugian negara. Kejagung mengapresiasi langkah tersebut dan berharap korporasi lain meniru tindakan Wilmar.
Penyitaan Terbesar Sepanjang Sejarah Kejagung
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyebut penyitaan ini sebagai yang terbesar sepanjang sejarah. Penyitaan dilakukan dalam tahap penuntutan, sebelum putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Jumlah uang yang disita mencapai Rp11,8 triliun. Ini merupakan bagian dari upaya Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk mengembalikan kerugian keuangan negara.
Meskipun demikian, hanya Rp2 triliun dari total uang yang disita yang ditampilkan dalam konferensi pers. Hal ini dikarenakan faktor keamanan dan keterbatasan tempat.
Kasus Korupsi CPO dan Nasib Tiga Korporasi Lain
Kejagung masih menunggu pengembalian kerugian negara dari dua korporasi lain yang terlibat, yakni PT Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup. Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, berharap kedua korporasi tersebut segera menindaklanjuti tindakan Wilmar Group.
Dari total 17 korporasi yang terlibat, lima anak perusahaan Wilmar Group telah mengembalikan uang kerugian negara. Total pengembalian dari kelima anak perusahaan tersebut mencapai Rp11,8 triliun.
PT Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup juga dinilai merugikan negara secara finansial dan ekonomi. Kejagung berharap kedua korporasi ini akan mengembalikan kerugian negara secara penuh.
Peran Pengembalian Kerugian Negara dan Respon Wilmar Group
Pengembalian uang oleh Wilmar Group diapresiasi Kejagung sebagai contoh bagi korporasi lain. Upaya represif penegakan hukum harus sejalan dengan upaya pengembalian kerugian negara.
Terkait putusan pengadilan sebelumnya yang membebaskan tiga korporasi, termasuk Wilmar Group, Kejagung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Bukti berupa uang yang disita menjadi bagian dari memori kasasi.
Wilmar Group sendiri menjelaskan bahwa uang yang diserahkan bukanlah sitaan, melainkan jaminan dalam proses penyidikan. Mereka menyatakan telah bertindak sesuai peraturan yang berlaku saat kelangkaan minyak goreng terjadi pada periode Juli 2021 – Desember 2021.
Wilmar Group menyerahkan jaminan sebesar Rp 11,88 triliun sebagai bentuk itikad baik dan kepercayaan pada sistem peradilan Indonesia. Dana ini akan dikembalikan jika MA menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Wilmar menegaskan bahwa seluruh tindakan yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur yang berlaku dan dilakukan dengan itikad baik tanpa niat koruptif. Mereka berharap dana jaminan akan dikembalikan jika putusan pengadilan menguntungkan mereka.
Kasus korupsi CPO ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas korporasi dalam menjalankan bisnis. Penyitaan Rp11,8 triliun menjadi bukti komitmen Kejagung dalam menegakkan hukum dan memulihkan keuangan negara. Langkah Wilmar Group menjadi preseden penting bagi korporasi lainnya untuk bertanggung jawab atas tindakannya.