Beograd, ibukota Serbia, menjadi saksi bisu gelombang protes yang meluas pada Sabtu malam, 29 Juni 2025. Unjuk rasa yang menentang Presiden Aleksandar Vučić dan menuntut pemilu lebih awal ini berujung bentrokan antara demonstran dan aparat kepolisian.
Kericuhan yang terjadi menandai eskalasi ketegangan politik yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir di Serbia. Kehadiran polisi anti huru hara di sekitar gedung-gedung pemerintah menunjukkan keseriusan situasi dan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas.
Bentrokan Demonstran dan Polisi di Beograd
Bentrokan antara demonstran dan polisi anti huru hara terjadi di beberapa titik di pusat kota Beograd. Laporan awal menyebutkan penggunaan gas air mata dan pentungan oleh pihak kepolisian untuk membubarkan massa.
Belum ada laporan resmi mengenai jumlah korban luka-luka baik dari pihak demonstran maupun kepolisian. Namun, beberapa video amatir yang beredar di media sosial menunjukkan sejumlah demonstran terluka dan mengalami kesulitan bernapas akibat gas air mata.
Tuntutan Pemilu Lebih Awal dan Penolakan terhadap Vučić
Demonstran yang sebagian besar terdiri dari warga sipil menyatakan penolakan mereka terhadap kepemimpinan Presiden Vučić dan menuntut penyelenggaraan pemilu lebih awal. Mereka menuduh pemerintah korupsi dan otoriter.
Tuntutan pemilu lebih awal ini didasari oleh ketidakpercayaan terhadap proses demokrasi yang ada. Demonstran berpendapat bahwa hanya dengan pemilu yang demokratis dan adil, Serbia dapat keluar dari krisis politik yang sedang dihadapi.
Beberapa spanduk yang dibawa para demonstran menampilkan pesan-pesan yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, khususnya terkait isu ekonomi dan kebebasan pers. Mereka menilai pemerintahan Vučić gagal memenuhi janji-janjinya dan justru menindas suara-suara kritis.
Latar Belakang Ketegangan Politik di Serbia
Ketegangan politik di Serbia telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Beberapa faktor berkontribusi terhadap situasi ini, termasuk penurunan ekonomi, kebebasan pers yang terbatas, dan kekhawatiran akan meningkatnya pengaruh kekuatan asing.
Kritik terhadap pemerintahan Vučić mengarah pada isu-isu seperti korupsi, penggunaan kekuatan negara secara berlebihan untuk membungkam oposisi, dan manipulasi media.
Analisis dari para pengamat politik menunjukkan bahwa aksi demonstrasi ini merupakan puncak dari kekecewaan publik terhadap pemerintahan yang dinilai tidak responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Pendapat Para Ahli
Profesor Dragan Petrović, pakar ilmu politik dari Universitas Beograd, menyatakan bahwa “eskalasi kekerasan dalam demonstrasi ini menunjukkan kedalaman krisis kepercayaan antara pemerintah dan rakyat. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi tuntutan masyarakat.”
Sementara itu, analis politik internasional, Jelena Milošević, menyatakan bahwa “situasi di Serbia harus menjadi perhatian internasional. Penting bagi komunitas internasional untuk memantau situasi dengan seksama dan mendorong dialog antara pemerintah dan oposisi guna mencegah kekerasan lebih lanjut.”
Akibat dari bentrokan ini, situasi di Beograd masih tegang. Pemerintah dan oposisi masih belum menunjukkan tanda-tanda akan bernegosiasi. Nasib Serbia ke depannya akan sangat bergantung pada bagaimana pemerintah dan masyarakat sipil dapat menyelesaikan perselisihan ini dengan cara damai dan demokratis.
Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya dialog dan keterbukaan dalam proses demokrasi. Mencari solusi damai dan dialog yang konstruktif sangat krusial bagi stabilitas politik dan masa depan Serbia.