Televisi Korea Utara (KCTV) melakukan sensor terhadap tayangan Piala Dunia Antarklub 2025. Mereka memburamkan momen gol Lee Kang-in, pemain sepak bola Korea Selatan yang membela Paris Saint-Germain (PSG).
Kejadian ini terjadi dalam pertandingan PSG melawan Atletico Madrid pada 15 Juni 2025. Siaran ulang pertandingan tersebut baru ditayangkan KCTV lima hari kemudian.
Gol Lee Kang-in Disensor KCTV
Lee Kang-in mencetak gol penalti pada menit ke-97, memastikan kemenangan PSG 3-0 atas Atletico Madrid. Gol ini juga mencatatkan namanya sebagai pemain Korea Selatan pertama yang mencetak gol di Piala Dunia Antarklub.
Namun, dalam tayangan KCTV, momen Lee Kang-in mencetak gol dihapus. Nomor punggung dan wajahnya diblur oleh stasiun televisi milik pemerintah Korea Utara tersebut.
Alasan di Balik Penyensoran
Media Korea Selatan, Korea JoongAng Daily, berspekulasi bahwa penyensoran ini berkaitan dengan hubungan yang tegang antara Korea Utara dan Korea Selatan. Pihak berwenang di Pyongyang diduga enggan menampilkan prestasi atlet Korea Selatan kepada masyarakatnya.
Ini bukan kali pertama KCTV melakukan sensor terhadap simbol-simbol Korea Selatan. Insiden serupa pernah terjadi pada Piala Dunia 2022 dan Piala Asia Wanita U-17 tahun lalu, di mana bendera Korea Selatan juga diburamkan.
Dampak Hubungan Antar Korea
Ketegangan hubungan antar Korea memiliki riak luas, termasuk dalam dunia olahraga. Penyensoran ini menggambarkan bagaimana perbedaan politik dapat memengaruhi penayangan acara olahraga internasional, bahkan sampai pada level individu atlet.
Kejadian ini menyoroti kompleksitas hubungan kedua negara dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap atlet Korea Selatan di Korea Utara.
Secara keseluruhan, penyensoran gol Lee Kang-in oleh KCTV menjadi sebuah studi kasus yang menarik. Hal tersebut menunjukkan bagaimana politik dapat mempengaruhi tayangan olahraga internasional dan menggarisbawahi kompleksitas hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Lebih dari sekadar sensor terhadap sebuah gol, peristiwa ini mencerminkan dinamika geopolitik yang rumit dan dampaknya terhadap persepsi publik di Korea Utara. Aksi KCTV menimbulkan pertanyaan lebih luas tentang kontrol informasi dan bagaimana negara dapat menggunakan media untuk membentuk narasi nasionalnya.