Rencana pemerintah untuk mengecilkan luas bangunan rumah subsidi menjadi 18 meter persegi menuai kontroversi. Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP), Fahri Hamzah, tegas menolak usulan tersebut. Ia beralasan, rencana tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Undang-undang tersebut menetapkan standar minimal luas bangunan rumah layak huni sebesar 36 meter persegi. Penolakan ini juga berlawanan dengan rencana Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, yang mendukung perubahan aturan tersebut.
Penolakan Wamen PKP terhadap Rumah Subsidi 18 Meter Persegi
Fahri Hamzah menekankan bahwa rencana pembangunan rumah subsidi dengan luas 18 meter persegi tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hal ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 yang mengatur standar minimal luas bangunan rumah layak huni.
Ia menegaskan bahwa setiap program pemerintah terkait perumahan harus memenuhi standar keamanan, kenyamanan, dan kelayakan huni. Pemerintah tidak hanya membangun rumah, tetapi juga memastikan kualitas hidup penghuninya. Program pemerintah, menurutnya, harus tunduk pada undang-undang yang berlaku.
Pernyataan Fahri disampaikan saat ditemui di Jakarta pada Rabu, 18 Juni 2025. Ia dengan tegas menyatakan penolakan terhadap rencana tersebut.
Aturan Luas Minimal 36 Meter Persegi Sudah Diperkuat Putusan MK
Aturan mengenai luas minimal rumah sebesar 36 meter persegi telah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK menolak perubahan terhadap standar tersebut.
Fahri menambahkan, mengurangi luas bangunan rumah subsidi tidak sesuai dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Standar minimal 36 meter persegi harus dipatuhi.
Menurutnya, perubahan standar luas bangunan menjadi 18 meter persegi tidak bisa dibenarkan. Standar yang ada sudah cukup dan telah diperkuat oleh MK.
Fokus Satgas Perumahan pada Pengurangan Kemiskinan dan Peningkatan Ekonomi
Terkait usulan dari Ketua Satgas Perumahan, Hashim Djojohadikusumo, Fahri menjelaskan bahwa fokus utama adalah mengurangi kemiskinan, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Satgas Perumahan memiliki tiga strategi utama untuk mencapai tujuan tersebut. Ketiga strategi ini adalah renovasi kawasan pesisir, pengembangan perumahan di desa, dan pembangunan rumah vertikal.
Fahri menjelaskan bahwa usulan pembangunan rumah bersubsidi berukuran 18 meter persegi bukan merupakan bagian dari rekomendasi utama Satgas. Rekomendasi tersebut lebih fokus pada strategi jangka panjang dan berkelanjutan.
Sementara itu, Menteri Ara menjelaskan bahwa rencana rumah bersubsidi 18 meter persegi bukan untuk mengganti aturan yang ada, melainkan sebagai opsi tambahan di daerah perkotaan.
Perbedaan pandangan ini menunjukkan adanya perdebatan mengenai kebijakan perumahan subsidi di Indonesia. Diperlukan diskusi lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan yang terbaik bagi masyarakat.
Perlu diingat, bahwa penyediaan rumah yang layak huni merupakan hak dasar setiap warga negara. Pemerintah perlu mempertimbangkan aspek kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan dalam setiap kebijakan perumahan.
Kesimpulannya, perdebatan mengenai ukuran rumah subsidi menunjukkan pentingnya keseimbangan antara kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah dengan ketentuan hukum dan prinsip pembangunan berkelanjutan. Harapannya, pemerintah dapat mengambil keputusan yang bijak dan memberikan solusi perumahan yang layak dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.