Pemerintah Indonesia berencana memberlakukan peraturan baru yang mewajibkan platform *e-commerce* memungut pajak atas pendapatan penjual. Langkah ini bertujuan meningkatkan pendapatan negara dan menciptakan kesetaraan perlakuan pajak antara pedagang online dan offline. Rencana tersebut diperkirakan akan diumumkan bulan depan. Informasi ini diperoleh dari dua sumber *Reuters*. Aturan baru ini akan berdampak signifikan pada industri *e-commerce* di Indonesia.
Pajak 0,5% untuk Penjual di E-commerce
Platform *e-commerce* akan diharuskan memotong pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjual yang memiliki omzet tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar. Penjual dalam kategori ini umumnya merupakan UMKM yang telah diwajibkan membayar pajak secara langsung. Selain pemotongan pajak, rencana ini juga mengusulkan denda bagi platform *e-commerce* yang terlambat melaporkan pajak yang telah dipotong. Hal ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan dan transparansi dalam sistem perpajakan.
Dampak pada Platform E-commerce dan Penjual
Peraturan ini akan mempengaruhi sejumlah besar platform *e-commerce* ternama di Indonesia, termasuk Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli, Bukalapak, dan TikTok Shop. Para pelaku industri *e-commerce* menentang rencana ini karena berpotensi meningkatkan biaya administrasi dan mengurangi daya tarik berjualan online bagi para penjual. Indonesia pernah menerapkan peraturan serupa pada akhir tahun 2018. Namun, aturan tersebut dicabut tiga bulan kemudian karena mendapat penolakan keras dari industri.
Pendapatan Negara dan Pertumbuhan E-commerce
Data Kementerian Keuangan menunjukkan pendapatan negara hingga Mei 2025 turun 11,4% (yoy) menjadi Rp 995,3 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain harga komoditas yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang lemah, dan gangguan pada sistem pengumpulan pajak. Sementara itu, industri *e-commerce* Indonesia terus berkembang pesat. Nilai barang dagangan elektronik pada tahun lalu diperkirakan mencapai US$ 65 miliar, dan diproyeksikan akan meningkat menjadi US$ 150 miliar pada tahun 2030. Proyeksi ini berdasarkan laporan gabungan Google, Temasek, dan Bain & Co. Kementerian Keuangan, yang bertanggung jawab atas penerbitan peraturan ini, belum memberikan komentar resmi. Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) juga belum memberikan pernyataan resmi, namun mengakui bahwa kebijakan ini akan berdampak pada jutaan penjual di Indonesia jika diterapkan. Situasi ini menunjukkan adanya tantangan dalam menyeimbangkan upaya peningkatan pendapatan negara dengan perkembangan pesat industri *e-commerce* dan kepastian usaha bagi para pelaku UMKM. Kejelasan dan transparansi terkait peraturan ini sangat penting untuk menciptakan iklim bisnis yang kondusif.