Presiden Prabowo Subianto telah menyelesaikan polemik kepemilikan empat pulau di perairan Aceh dan Sumatera Utara. Keputusan final menyatakan keempat pulau tersebut, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif berada di bawah wilayah Aceh. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menegaskan keputusan ini diharapkan dapat mengakhiri segala spekulasi dan dinamika yang berkembang di masyarakat.
Pemerintah berharap keputusan ini diterima dengan baik oleh semua pihak, baik Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, diharapkan tidak akan ada lagi perselisihan terkait status keempat pulau tersebut.
Keputusan Presiden dan Penjelasan Mensesneg
Prasetyo Hadi, dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (17 Juni 2025), menyampaikan keputusan Presiden Prabowo Subianto. Presiden Prabowo, yang saat pengambilan keputusan berada di luar negeri, telah memutuskan berdasarkan data dan dokumen yang dimiliki pemerintah.
Presiden Prabowo juga meminta Mensesneg untuk meluruskan isu yang beredar di masyarakat. Isu tersebut menyebutkan adanya upaya dari salah satu provinsi untuk mengklaim keempat pulau tersebut sebagai wilayahnya.
Bantahan Isu Klaim Sumatera Utara
Mensesneg Prasetyo Hadi secara tegas membantah isu yang menyebutkan Provinsi Sumatera Utara berupaya mengklaim kepemilikan empat pulau tersebut. Pemerintah, kata Prasetyo, berpedoman pada dokumen dan data yang sah untuk menentukan status administratif keempat pulau tersebut.
Proses pengambilan keputusan dilakukan melalui rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo secara virtual. Kesimpulan rapat tersebut menegaskan bahwa keempat pulau tersebut secara administratif berada di bawah wilayah Aceh.
Kronologi dan Peran Edy Rahmayadi
Polemik empat pulau ini bermula pada tahun 2022, saat masa kepemimpinan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi. Kala itu, usulan untuk memasukkan keempat pulau ke dalam wilayah administratif Sumatera Utara diajukan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan, pada tahun 2022, terjadi pengkajian terkait status keempat pulau tersebut. Gubernur Aceh saat itu, Nova Iriansyah, dan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, sama-sama keberatan dengan usulan tersebut, dan mengajukan data historis dan dokumen pendukung.
Dokumen Penting yang Diperhatikan
Salah satu dokumen penting yang menjadi pertimbangan adalah surat kesepakatan antara Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar. Kesepakatan tersebut disaksikan oleh Menteri Rudini dan menjadi bukti sejarah yang krusial dalam menentukan status pulau-pulau tersebut.
Dokumen lain yang dipertimbangkan adalah Staats Blaad No 604 Tahun 1908 dan peta topografi TNI AD tahun 1978. Dokumen-dokumen ini menjadi acuan dalam menentukan batas wilayah antara Tapanuli Tengah dan Aceh.
Pembatalan Keputusan Tahun 2022
Pada tahun 2022, keputusan sementara menempatkan keempat pulau di bawah Sumatera Utara sempat dikeluarkan. Namun, setelah adanya data dan dokumen baru yang lebih komprehensif, keputusan tersebut kemudian dibatalkan.
Proses penelusuran dokumen dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Pemerintah Aceh, Sumatera Utara, Kemendagri, dan Tim Pembakuan Rupabumi. Tujuannya adalah untuk mencari data yang paling akurat dan sah secara hukum.
Kesimpulan: Penyelesaian yang Menyejukkan
Dengan ditetapkannya keempat pulau tersebut sebagai bagian administratif Aceh, polemik yang berlangsung akhirnya terselesaikan. Pemerintah menekankan pentingnya berpegang pada bukti-bukti historis dan dokumen resmi dalam menentukan batas wilayah.
Keputusan ini diharapkan membawa kedamaian dan kejelasan bagi semua pihak yang terlibat. Proses pengambilan keputusan yang transparan dan berdasarkan data yang valid diharapkan dapat mencegah terjadinya konflik serupa di masa mendatang. Peristiwa ini juga menjadi pembelajaran penting tentang pentingnya kolaborasi dan pemahaman yang baik antar daerah dalam pengelolaan wilayah.