Beredar klaim di media sosial yang menyebutkan Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gita Kamath, menawarkan bantuan dana kepada umat Kristen di Indonesia. Klaim ini tersebar melalui unggahan video yang menampilkan wajah Gita Kamath, namun dengan suara yang diedit.
Kompas.com telah melakukan verifikasi dan memastikan informasi tersebut tidak benar. Video yang beredar merupakan hasil manipulasi, suara Gita Kamath diganti dengan rekaman suara yang berbeda. Berikut penelusuran lengkapnya.
Narasi Hoaks Bantuan Dana dari Australia
Beberapa akun Facebook menyebarkan video yang menampilkan wajah Gita Kamath. Dalam video tersebut, ia seolah-olah menawarkan dana bantuan dari Pemerintah Australia untuk umat Kristen di Indonesia.
Jumlah bantuan yang disebutkan mencapai Rp 500 juta per orang, dengan syarat 20 persen dialokasikan untuk pembangunan gereja. Warganet diminta mendaftar melalui nomor WhatsApp yang tertera dalam unggahan.
Proses Verifikasi Kompas.com
Tim Cek Fakta Kompas.com langsung menyelidiki kejanggalan pada video tersebut. Terdapat ketidaksesuaian antara gerakan bibir Gita Kamath dan suara yang keluar.
Dengan menggunakan Google Lens, tim menemukan video asli yang digunakan sebagai dasar manipulasi. Video asli tersebut diunggah di laman RRI dan menampilkan kunjungan Gita Kamath ke Ambon pada April 2025.
Dalam video aslinya, Gita Kamath bercerita tentang pengalaman pertamanya mengunjungi Ambon dan kekagumannya pada kecintaan masyarakat setempat terhadap musik dan budaya.
Analisis Suara Menggunakan Hive Moderation
Untuk memastikan manipulasi suara, tim menggunakan Hive Moderation. Hasilnya menunjukkan bahwa suara dalam video yang beredar adalah hasil rekayasa kecerdasan buatan (AI).
Probabilitas suara tersebut merupakan hasil generative AI mencapai 99,1 persen. Ini mengkonfirmasi bahwa suara Gita Kamath dalam video yang beredar adalah palsu.
Kesimpulan dan Analisis
Kesimpulannya, video yang mengklaim Gita Kamath menawarkan bantuan dana kepada umat Kristen di Indonesia adalah hoaks. Video tersebut merupakan hasil manipulasi, dengan suara yang direkayasa menggunakan kecerdasan buatan.
Kasus ini menyoroti pentingnya literasi digital dan kewaspadaan terhadap informasi yang beredar di media sosial. Penting untuk selalu melakukan verifikasi sebelum mempercayai dan menyebarkan informasi, terutama yang bersifat sensitif dan berpotensi menimbulkan keresahan.
Perlu diingat bahwa informasi yang tersebar di media sosial tidak selalu benar. Selalu berhati-hati dan teliti sebelum membagikannya kepada orang lain. Selalu rujuk pada sumber informasi terpercaya untuk mendapatkan informasi akurat dan faktual.