Konflik geopolitik yang tak kunjung reda di Timur Tengah, khususnya antara Israel dan Iran, telah memicu lonjakan permintaan emas sebagai aset safe haven. Hal ini mendorong harga emas melonjak hingga menembus angka US$ 3.400 per ons, menandai penutupan mingguan tertinggi sepanjang sejarah.
Harga emas spot ditutup pada level US$ 3.434,12 per ons, menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 3,75% dibandingkan minggu sebelumnya. Namun, di balik kenaikan pesat ini, sejumlah analis tetap bersikap waspada terhadap potensi volatilitas.
Harga Emas Tembus Rekor Tertinggi, Analis Tetap Waspada
Kenaikan harga emas yang signifikan ini dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap ketidakstabilan geopolitik di Timur Tengah. Emas selalu menjadi pilihan aman di tengah situasi yang tidak menentu.
Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas Saxo Bank, mengatakan bahwa dampak geopolitik terhadap harga emas cenderung bersifat sementara. Kenaikan tajam ini diperkirakan hanya akan bertahan jika konflik semakin meningkat.
Hansen menambahkan bahwa tanpa eskalasi lebih lanjut, sulit bagi harga emas untuk terus berada jauh di atas US$ 3.400 per ons. Pernyataan ini disampaikannya melalui Kitco pada Minggu, 15 Juni 2025.
Volatilitas Jangka Pendek, Tren Naik Jangka Panjang Tetap Solid
Michele Schneider, Kepala Strategi Pasar MarketGauge, mengingatkan akan potensi volatilitas harga emas dalam waktu dekat. Trader jangka pendek kemungkinan akan melakukan aksi ambil untung dari reli emas saat ini.
Hal ini berpotensi menekan harga emas dalam jangka pendek. Namun, secara keseluruhan, baik emas maupun perak masih menunjukkan tren kenaikan jangka panjang yang kuat.
Sementara itu, dolar AS justru melemah. Indeks dolar turun 1% dalam sepekan terakhir, diperdagangkan di angka 98,13. Pelemahan dolar ini semakin memperkuat daya tarik emas sebagai aset safe haven.
Perhatian Pasar Beralih ke Kebijakan The Fed
Selain faktor geopolitik, pasar kini menantikan pernyataan dari Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, setelah pertemuan kebijakan moneter minggu depan. Pernyataan tersebut akan sangat berpengaruh pada pergerakan harga emas.
Pasar memprediksi suku bunga akan tetap dipertahankan. Namun, ada kemungkinan Powell akan memberikan sinyal dovish terkait peluang penurunan suku bunga di akhir tahun.
Data inflasi yang menurun dan perlambatan ekonomi AS memberikan ruang bagi The Fed untuk menerapkan kebijakan moneter yang lebih longgar. Namun, ketidakpastian global membuat beberapa pelaku pasar tetap berhati-hati.
Potensi Tembus US$ 3.500, Tapi Perhatian Tetap Diperlukan
Dengan sentimen geopolitik yang masih kuat dan potensi sinyal dovish dari The Fed, analis memprediksi harga emas berpotensi menembus rekor baru di angka US$ 3.500 per ons.
Lukman Otunuga, Senior Market Analyst FXTM, menilai penutupan mingguan di atas US$ 3.430 merupakan sinyal teknis penting bagi kelanjutan tren bullish emas.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa jika harga emas kembali turun di bawah US$ 3.430, maka harga emas bisa kembali tertekan ke kisaran US$ 3.400 hingga US$ 3.360 per ons.
Perubahan arah kebijakan The Fed atau meredanya konflik Timur Tengah akan menjadi faktor penentu pergerakan harga emas selanjutnya. Oleh karena itu, investor perlu tetap berhati-hati dan memantau perkembangan situasi secara cermat.
Kesimpulannya, meskipun harga emas telah mencapai rekor tertinggi, investor perlu tetap waspada terhadap potensi volatilitas jangka pendek. Perkembangan situasi geopolitik dan kebijakan moneter The Fed akan menjadi faktor kunci yang menentukan arah pergerakan harga emas di masa mendatang. Kehati-hatian dan analisis yang mendalam tetap diperlukan bagi para investor dalam mengambil keputusan investasi di pasar emas.