Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berambisi untuk menjadikan Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai pusat industri garam nasional. Langkah besar ini tak hanya meliputi pembangunan infrastruktur, namun juga rencana penetapan Rote Ndao sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Langkah ini diharapkan mampu mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi di Rote Ndao, sekaligus menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan garam industri dalam negeri. Dengan status KEK, diharapkan investasi dalam pembangunan sentra industri garam dapat terdongkrak secara signifikan.
Rote Ndao Menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Ahmad Koswara, menyatakan bahwa Rote Ndao ditargetkan menjadi KEK. Hal ini disampaikan langsung oleh beliau dalam sebuah pernyataan di Jakarta.
Penetapan sebagai KEK ini akan memberikan sejumlah insentif, khususnya insentif pajak, bagi para investor yang berminat berinvestasi di Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN) Rote Ndao.
Insentif pajak diharapkan menjadi daya tarik utama bagi investor, baik domestik maupun asing, untuk turut berpartisipasi dalam pengembangan industri garam di Rote Ndao. Dengan demikian, pembangunan K-SIGN dapat berjalan lebih optimal.
Pembangunan K-SIGN Rote Ndao: Tahapan dan Luas Area
KKP merencanakan pembangunan K-SIGN Rote Ndao dalam sepuluh zona terintegrasi, mencakup seluruh proses produksi garam dari hulu hingga hilir.
Tahapan pembangunan meliputi perencanaan dan persiapan lahan, pengurusan perizinan, pembangunan infrastruktur, pembentukan kelembagaan, hingga uji coba operasional produksi garam. Proses ini akan dilakukan secara bertahap dan terencana.
Kawasan K-SIGN Rote Ndao akan mencakup lahan seluas 10.764 hektare, tersebar di 13 desa di tiga kecamatan: Landu Lenko, Pantai Baru, dan Rote Timur. Wilayah perairan di Teluk Pantai Baru juga termasuk dalam kawasan ini.
Pemilihan lokasi ini didasarkan pada potensi lahan yang memadai dan dukungan ekosistem pesisir yang mendukung proses produksi garam yang efisien dan berkelanjutan. Aspek lingkungan menjadi pertimbangan penting dalam proyek ini.
Selain lahan produksi, pembangunan juga akan mencakup gudang garam nasional dan unit pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah produk garam. Hal ini bertujuan untuk memperkuat rantai pasok garam di Indonesia.
Dukungan Regulasi dan Anggaran
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2025, yang ditetapkan pada 2 Juni 2025, secara resmi menetapkan lokasi pembangunan K-SIGN Rote Ndao untuk periode 2025-2026.
Keputusan ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan proyek K-SIGN. Dengan adanya payung hukum yang jelas, diharapkan proses pembangunan akan berjalan lebih lancar dan terhindar dari hambatan birokrasi.
Anggaran yang telah disiapkan untuk pembangunan K-SIGN Rote Ndao mencapai Rp750 miliar. Anggaran tersebut akan digunakan untuk membiayai seluruh tahapan pembangunan, dari persiapan lahan hingga pengoperasian pabrik garam.
Besarnya anggaran yang dialokasikan menunjukkan komitmen pemerintah untuk mewujudkan kemandirian garam nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap impor garam.
Dengan pengembangan K-SIGN dan penetapan Rote Ndao sebagai KEK, Indonesia diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan pada impor garam. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional dan kemandirian industri dalam negeri. Proyek ini merupakan langkah strategis untuk mencapai swasembada garam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Rote Ndao.