Baru-baru ini, beredar video yang mengklaim menampilkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan ditangkap polisi. Video tersebut tersebar luas di media sosial, menimbulkan keresahan dan spekulasi di masyarakat. Namun, Kompas.com telah melakukan penelusuran dan membuktikan klaim tersebut salah.
Setelah diverifikasi, video tersebut ternyata merupakan hasil manipulasi atau rekayasa digital. Informasi menyesatkan ini perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang lebih luas.
Narasi Video Palsu Bahlil dan Luhut
Video yang diklaim menampilkan penangkapan kedua pejabat tersebut diunggah di berbagai platform media sosial, termasuk X (sebelumnya Twitter) dan Instagram. Salah satu unggahan di X menyertakan narasi yang menyiratkan adanya dugaan korupsi terkait tambang nikel di Raja Ampat.
Narasi tersebut mengaitkan penangkapan fiktif dengan keuntungan yang diperoleh Jokowi, Bahlil Lahadalia, Luhut Binsar Pandjaitan, dan bawahan mereka dari tambang nikel tersebut. Unggahan ini kemudian memicu reaksi dan kecurigaan dari warganet.
Verifikasi Kompas.com: Bukti Rekayasa AI
Kompas.com menemukan watermark “PixVerse.ai” di pojok kanan atas video. PixVerse.ai adalah aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk membuat video rekayasa menggunakan teks, gambar, atau foto.
Lebih lanjut, analisis menggunakan perangkat deepware.ai menunjukkan bahwa video tersebut memiliki probabilitas 91 persen merupakan deepfake. Ini semakin menguatkan dugaan bahwa video tersebut direkayasa.
Analisis lebih lanjut mengungkap bahwa video tersebut memanipulasi foto-foto yang sebenarnya telah ada di berbagai media online terpercaya. Foto-foto Bahlil Lahadalia diambil dari situs Antara, Presidenri.go.id, dan tvonenews.com. Sementara foto Luhut Binsar Pandjaitan diambil dari Liputan 6.
Kesimpulan: Satire Berbahaya
Video yang beredar luas tentang penangkapan Bahlil Lahadalia dan Luhut Binsar Pandjaitan adalah rekayasa AI yang memanfaatkan aplikasi PixVerse.ai.
Meskipun kemungkinan video tersebut dibuat sebagai bentuk satire atau kritik, penyebaran informasi palsu ini tetap berbahaya dan perlu diluruskan. Informasi yang tidak akurat dapat menimbulkan keresahan dan mengganggu stabilitas sosial.
Kejadian ini menyoroti pentingnya literasi digital dan kehati-hatian dalam menerima informasi dari media sosial. Memeriksa kebenaran informasi dari berbagai sumber terpercaya sangat penting sebelum menyebarkannya lebih lanjut.
Ke depan, diharapkan masyarakat lebih bijak dalam mengonsumsi informasi digital dan selalu mengedepankan verifikasi sebelum mempercayai dan menyebarkan suatu informasi. Perkembangan teknologi AI juga menuntut kita untuk lebih kritis dan waspada terhadap potensi penyebaran informasi palsu.