Jaksa Agung mendakwa sembilan petinggi perusahaan swasta atas dugaan korupsi impor gula. Kasus ini melibatkan sejumlah nama besar, termasuk mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).
Dakwaan tersebut dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis, 19 Juni 2025. Nilai kerugian negara yang diklaim mencapai angka fantastis, yakni Rp578.105.411.622,47.
Peran Mantan Menteri Perdagangan
Enggartiasto Lukita dan Tom Lembong, keduanya mantan Menteri Perdagangan periode berbeda, didakwa telah menerbitkan izin impor gula kristal mentah (GKM) tanpa melalui prosedur yang benar.
Proses persetujuan impor tersebut tidak didasarkan pada rapat antarinstansi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, sebuah pelanggaran yang signifikan dalam aturan impor.
Para terdakwa, menurut jaksa, memanfaatkan celah ini untuk keuntungan pribadi. Mereka diyakini telah menikmati hasil korupsi tersebut.
Sembilan Terdakwa Perusahaan Swasta
Sembilan terdakwa yang didakwa berasal dari berbagai perusahaan swasta. Mereka dianggap turut bertanggung jawab atas kerugian negara yang signifikan.
Nama-nama terdakwa tersebut antara lain Tony Wijaya Ng (PT Angels Products), Then Surianto Eka Prasetyo (PT Makassar Tene), dan Hansen Setiawan (PT Sentra Usahatama Jaya).
Selanjutnya, Indra Suryaningrat (PT Medan Sugar Industry), Eka Sapanca (PT Permata Dunia Sukses Utama), dan Wisnu Hendraningrat (PT Andalan Furnindo).
Daftar terdakwa juga meliputi Hendrogiarto A Tiwow (PT Duta Sugar International), Hans Falita Hutama (PT Berkah Manis Makmur), dan Ali Sandjaja Boedidarmo (PT Kebun Tebu Mas).
Kesembilan terdakwa ini didakwa secara bersama-sama telah merugikan negara sebesar Rp 578 miliar.
Kerugian Negara dan Mekanisme Impor yang Bermasalah
Jaksa menekankan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi. Mereka tidak berhak mengolah GKM menjadi Gula Kristal Putih (GKP).
Penerbitan izin impor GKM kepada perusahaan-perusahaan yang tidak berhak tersebut merupakan inti dari dugaan korupsi. Hal ini mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar.
Total kerugian keuangan negara akibat tindakan para terdakwa mencapai angka Rp578.105.411.622,47. Angka ini menunjukkan skala besarnya kerugian yang dialami negara.
Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap seluruh fakta dan menetapkan hukuman yang sesuai bagi para terdakwa. Proses hukum ini diharapkan memberikan efek jera dan perbaikan sistem.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat terhadap proses impor dan penegakan hukum yang tegas terhadap tindakan korupsi. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci pencegahan kasus serupa di masa depan.
Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme impor gula untuk mencegah terjadinya praktik korupsi serupa. Sistem yang transparan dan akuntabel sangat penting untuk mencegah kerugian negara di masa depan.
Proses peradilan ini diharapkan memberikan keadilan bagi negara dan masyarakat serta memberikan pelajaran berharga bagi pihak-pihak yang terlibat dalam proses impor.
Dengan demikian, kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan dan bisnis di Indonesia. Semoga kasus ini menjadi langkah awal dalam perbaikan tata kelola pemerintahan dan sistem impor di Indonesia.