Di tengah hiruk pikuk Job Fair Kabupaten Bogor di GOR Pakansari, Senin (16/6/2025), sepasang suami istri, Titi (50) dan suaminya, terlihat tenang di area parkir. Mereka mengamati dari kejauhan Fikri (20), putra mereka yang tengah berjuang mencari pekerjaan di tengah kerumunan pelamar. Titi, dengan kerudung abu-abu dan blus bermotif bunga, menunjukkan ketenangan yang menenangkan di tengah kepanikan calon pekerja muda di sekitarnya.
Suami Titi duduk di sampingnya, mengenakan jaket gelap dan celana jeans. Keduanya memantau Fikri dari kejauhan, tanpa ingin anaknya merasa diperhatikan secara berlebihan. Kehadiran mereka adalah sebuah dukungan diam-diam, penuh harapan dan doa.
Doa Seorang Ibu di Tengah Ribuan Pelamar
Perjuangan Fikri mencari pekerjaan telah berlangsung selama dua tahun sejak kelulusannya. Lamaran demi lamaran telah dikirim, baik secara daring maupun langsung, namun hasilnya masih nihil. Setiap kegagalan meninggalkan luka kecil yang dirasakan Titi bersama anaknya.
Titi, sebagai seorang ibu, tidak tinggal diam. Ia aktif memberikan dukungan, bahkan mendaftarkan Fikri ke kursus komputer untuk meningkatkan keterampilannya. Dunia kerja saat ini menuntut lebih dari sekadar ijazah. Keterampilan komputer seperti menguasai Microsoft Office dan Excel menjadi modal penting.
Membekali Keterampilan dan Mental
Selain keterampilan teknis, Titi juga fokus pada pengembangan aspek kepribadian Fikri. Menyadari sifat pendiam anaknya yang bisa menjadi hambatan, ia mendorong Fikri untuk lebih aktif bersosialisasi.
Titi meminta Fikri untuk lebih sering berinteraksi dengan teman-teman sekolahnya, bertukar informasi, dan mencari lowongan pekerjaan bersama. Ia ingin Fikri keluar dari zona nyamannya.
Harapan di Tengah Persaingan Ketat
Di tengah terik matahari, Titi sesekali melirik ponselnya, memastikan Fikri baik-baik saja. Meskipun Fikri telah mengikuti beberapa Job Fair di lokasi lain seperti Gatot Subroto dan Cikarang tanpa hasil, harapan Titi tetap menyala.
Titi menilai Job Fair sangat membantu, namun ia berharap acara serupa bisa diadakan di daerah yang lebih luas, tidak hanya terpusat di kota-kota besar. Ia prihatin dengan banyaknya pemuda di tempat tinggalnya, Karanggan, yang putus asa karena minimnya akses informasi dan pelatihan kerja. Keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) di tingkat lokal sangat dibutuhkan.
Titi membandingkan kesulitan anaknya mencari kerja dengan masa muda suaminya di era 1980-an. Persaingan yang semakin ketat dan tuntutan keterampilan yang tinggi membuat pencarian kerja menjadi lebih sulit. Tidak semua anak muda memiliki pengetahuan tentang pembuatan CV yang baik, memahami sistem online, atau memiliki jaringan yang luas.
Menjadi Tempat Pulang bagi Sang Anak
Kekhawatiran Titi terhadap kekecewaan dan keputusasaan Fikri sangat besar. Ia selalu berusaha menjadi tempat berpulang bagi anaknya, memberikan dukungan dan semangat.
Titi sering menceritakan kisah perjuangan suaminya yang pernah mengalami jatuh bangun dalam mencari pekerjaan, hingga akhirnya berhasil. Ia mengingatkan Fikri untuk sabar, bahwa rezeki setiap orang berbeda, dan untuk tidak menyerah sebelum benar-benar gagal.
Di tengah keramaian Job Fair, Titi duduk tenang, tanpa membawa CV, tanpa antrean ke stan perusahaan tertentu. Ia hanya ingin hadir, mendukung anaknya, mewakili harapan dan perjuangan seorang ibu yang tak kenal lelah. Kehadirannya adalah bukti cinta dan dukungan seorang ibu yang mendalam. Kisah Titi menjadi pengingat akan pentingnya dukungan keluarga dan akses pelatihan kerja yang memadai bagi anak muda dalam menghadapi persaingan kerja yang semakin ketat.