Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Kasus ini telah menjerat Rita dengan vonis 10 tahun penjara sejak 2017. Namun, investigasi KPK masih berlanjut, mengungkap lebih banyak detail dan pihak-pihak yang terlibat.
Terbaru, KPK memanggil Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor, sebagai saksi pada Selasa, 17 Juni 2025. Pemanggilan ini menjadi salah satu langkah KPK dalam mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana dalam kasus tersebut.
Pemanggilan Bupati PPU dan Pihak Swasta
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan pemanggilan Mudyat Noor. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK.
Selain Mudyat Noor, lima orang dari pihak swasta juga dipanggil sebagai saksi. Mereka berinisial JFP, RER, SYW, KK, dan MH. Kelima saksi tersebut diduga memiliki keterkaitan dengan kasus gratifikasi yang melibatkan Rita Widyasari.
Aset yang Disita KPK
Sepanjang penyidikan kasus ini, KPK telah menyita sejumlah aset bernilai ekonomis tinggi.
Penyitaan tersebut termasuk 91 unit kendaraan. Berbagai barang mewah lainnya juga disita.
KPK juga menyita lima bidang tanah dengan luas total ribuan meter persegi. Selain itu, 30 jam tangan mewah dari berbagai merek turut diamankan.
Kronologi dan Putusan Kasus Rita Widyasari
Kasus korupsi Rita Widyasari berawal dari dugaan suap dan gratifikasi terkait izin lokasi perkebunan sawit. KPK menetapkan Rita sebagai tersangka pada 29 September 2018.
Rita terbukti menerima gratifikasi mencapai Rp 110 miliar hingga Rp 110,7 miliar. Ia juga menerima suap sebesar Rp 6 miliar.
Gratifikasi tersebut terkait perizinan proyek-proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatannya. Sumber gratifikasi juga berasal dari sektor pertambangan batu bara.
Pada Juli 2018, Rita divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Hak politiknya dicabut selama 5 tahun. Ia saat ini menjalani hukuman di Lapas Perempuan Pondok Bambu.
Investigasi KPK yang Berkelanjutan
Meskipun Rita Widyasari telah divonis, investigasi KPK terus berlanjut. Pemanggilan saksi-saksi, termasuk Bupati PPU, menunjukkan komitmen KPK untuk mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana dalam kasus ini.
Penyitaan aset yang dilakukan KPK juga menandakan upaya untuk memulihkan kerugian negara.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Upaya KPK dalam mengungkap kasus korupsi seperti ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi di masa depan.
Proses hukum yang berkelanjutan terhadap kasus ini menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia. Semoga kasus ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.